21 Oktober 2011


Sumber[eramuslim.com]Mata penduduk dunia sekarang mengarah ke Libya, menyaksikan jasad pemimpin Libya Moammar Qaddafi yang dikabarkan tewas dalam kondisi luka dan berlumuran darah. Dalam sebuah tayangan televisi--meski gambarnya disamarkan--terlihat sesosok tubuh manusia yang disebut sebagai jasad Qaddafi ditendangi dengan keji meski tubuh itu sudah tak bergerak. Sebuah gambaran masyarakat Muslim yang memilukan, kemarahan yang diluapkan dengan kekejian, padahal ajaran Islam melarang menganiayai musuh yang sudah tak berdaya.

Di tengah euforia kegembiraan segelintir orang atas kematian Qaddafi, muncul pertanyaan benarkah kematian Qaddafi adalah kemenangan rakyat Libya? Bukan kemenangan pasukan NATO dibawah komando AS yang sejak awal sudah ikut campur dan memperkeruh konflik di Libya dengan mengerahkan pasukan dan menjatuhkan bom-bomnya ke sejumlah tempat dengan dalih membantu rakyat Libya untuk menumbangkan sang diktator?
Pertanyaan itu akan terjawab dengan informasi yang disampaikan kalangan dalam departemen pertahanan AS. Sumber-sumber mengatakan bahwa Kolonel Moammar Gaddafi dibantai oleh pasukan NATO. Menurut sumber itu, pesawat tanpa awak milik AS jenis Predator yang membombardir konvoi kendaraan Gaddafi. Setelah itu, pesawat-pesawat jet Prancis ikut menyerang sebelum akhirnya Qaddafi dibunuh oleh kelompok pemberontak.
Pasukan NATO menjadikan Qaddafi sebagai target militer. Masih menurut sumber di dephan AS, pasukan NATO membombardir konvoi Qaddafi setelah menerima laporan konvoi yang terdiri dari 100 kendaraan itu menembaki warga sipil saat berusaha melarikan diri dari kota Sirte, kota yang selama ini diyakini sebagai tempat persembunyian Qaddafi.
Saat konvoi lewat, pasukan khusus angkatan udara Inggris RAF (Royal Air Force) dikabarkan sedang melakukan patroli di atas kota Sirte, namun RAF tidak terlibat langsung dalam operasi penyerangan ke konvoi Gaddafi. Pasukan NATO sudah menyiagakan sebuah pesawat mata-mata tanpa awak milik AS dan pesawat yang bisa melacak jejak suara di Sirte, untuk memastikan bahwa Qaddafi dan para pendukungnya yang sedang bersembunyi tidak bisa lolos dari Sirte.
Sumber-sumber intelijen NATO menyebutkan, di hari-hari terakhir sebelum Qaddafi akhirnya terbunuh, pemimpin Libya itu mulai melonggarkan penggunaan teleponnya. Qaddafi mulai menggunakan telepon selular atau telepon satelit untuk berkomunikasi, sehingga gampang disadap dan diketahui posisinya.
Badan intelijen Inggris MI6 dan badan intelijen AS CIA juga menyebar agen-agen mata-matanya di Sirte. Operasi untuk mencari dan membunuh Qaddafi, bahkan diberi kode "Geronimo" kode yang sama untuk operasi pembunuhan Usamah bin Ladin yang dilakukan oleh pasukan khusus AS.
"Pesawat-pesawat Predator milik AS dan pesawat tanpa awak milik Prancis dikerahkan di pusat kota Sirte selama beberapa minggu ini untuk memantau apa yang terjadi di medan pertempuran," kata seorang sumber intelijen.
"Pesawat-pesawat itu memberikan informasi gambar pola kehidupan pada kondisi normal, sehingga jika terjadi hal-hal yang tak biasa, seperti pergerakan rombongan kendaraan dalam jumlah besar, maka akan dimaknai sebagai aktivitas yang tidak tak biasa dan keputusan akan diambil untuk mengikuti pergerakan itu dan melakuakn serangan," sambung sumber tadi.
Pesawat Predator milik AS diterbangkan dari Sisilia dan dikendalikan lewat satelit oleh AS dari basis kendalinya yang berlokasi di luar kota Las Vegas. Dari pusat kendali itu, pesawat Predator tanpa awak memuntahkan misil-misil antitank jenis Hellfire untuk menghancurkan target serangannya. Setelah itu, pembantaian diselesaikan oleh pesawat-pesawat jet Prancis "Rafales" dengan memuntahkan bom-bom pintar Paveway dengan akurasi tinggi untuk mengenai sasaran serangan.
Dengan persenjataan canggih seperti ini, sulit bagi Qaddafi dan rombongannya untuk meloloskan diri dari Sirte. Akhir cerita bisa ditebak, Qaddafi tewas dan menjadi "santapan" kelompok pemberontak di Libya.
Siapa yang bertepuk tangan setelah Qaddafi tewas? Yang jelas Inggris menyatakan akan segera menarik pasukannya dari Libya dalam beberapa minggu ini. Menteri Luar Negeri Inggris William Hague hari Kamis malam mengatakan bahwa misi NATO sudah hampir selesai. "Tapi, sebelum meninggalkan negeri itu (Libya), saya kira, kami akan memastikan tidak ada lagi pasukan-pasukan pro-Gaddafi," ujarnya. (kw/Tel)

0 Comments:

Post a Comment