09 November 2020

Khasiat Daun Salam 

Khasiat dan manfaat daun salam meliputi pengobatan untuk penyakit organ dalam dan masalah kesihatan umum. Manfaat daun salam juga boleh digunakan untuk kecantikan.

Sebagai obat antijamur. Daun salam memiliki kandungan etanol yang berfungsi sebagai antibakteria dan antijamur.

Sebagai obat anticacing. Metanol yang terdapat pada daun salam berkhasiat sebagai anticacing.

Mengatasi masalah pencernaan. Daun salam baik digunakan untuk menyembuhkan masalah pencernaan dan mual. Kombinasikan dengan lemon dan gula, kemudian rebus dan minum airnya.

Menyihatkan mata. Menambahkan salam pada masakan juga bisa memberikan efek menyihatkan bagi mata.

Membantu mengobati infeksi ginjal & mencegah batu ginjal. Rebus beberapa lembar daun salam hingga mendidih, kemudian minum selagi hangat 2 kali sehari.

Meringankan nyeri. Daun salam dapat digunakan untuk meringankan rasa nyeri pada sendi, keseleo, rheumatik, dan arthritis, karena memiliki sifat antiinflamasi.

Mengatasi migrain. Salam mengandung partenolida yang baik untuk migrain. Rebus beberapa lembar daun salam lalu minumlah air rebusan tersebut secara teratur.

Untuk kesihatan rambut. Panaskan daun salam yang dicampur minyak zaitun atau kemiri selama beberapa minit. Gunakan hot oil tersebut untuk memicit kulit kepala setiap dua hari sekali.

Menunda munculnya uban. Resep hot oil di atas juga efektif untuk menjaga rambut tetap hitam sampai usia senja. LAGI

 


06 November 2020

Orang Yang Mati Kerana Al-Quran

Manshur bin Ammar melihat seorang pemuda sedang melaksanakan shalat seperti shalatnya orang-orang yang takut, lalu ia memanggil pemuda tersebut, “Hai anak muda! Apakah engkau pernah membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Tatkala ia mendengar ayat ini, maka ia langsung jatuh pingsan. Ketika telah siuman ia berkata, “Berilah aku tambahan lagi.” Lantas Manshur berkata, “Bukankah engkau tahu bahwa di Neraka Jahannam terdapat jurang yang disebut api yang bergejolak yang mengelupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakangi dan yang berpaling (dari agama).” Maka, ia pun tidak mampu memikul nasihat ini, lalu ia jatuh dan meninggal dunia.

Selanjutnya dadanya dibuka. Ternyata ditemukan dadanya bertuliskan, “Sesungguhnya dia berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat.”

Manshur melanjutkan ceritanya, “Lalu saya tidur sambil memikirkan kondisi pemuda tersebut. Di dalam tidur, saya melihatnya sedang berjalan dengan lagak yang bagus di dalam surga. Di atas kepalanya terdapat mahkota kehormatan. Kemudian saya bertanya kepadanya, “Dengan apa engkau dapat memperoleh derajat seperti ini?” lalu ia berkata kepadaku, “Bukankah engkau pernah membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.” (QS. Al-Qamar: 54-55)

Wahai Ibnu Ammar! Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kepadaku pahala pasukan Badr, bahkan lebih banyak lagi. Lalu saya bertanya kepadanya, “Mengapa bisa seperti itu?” Ia menjawab, “Karena pasukan Badr gugur dengan pedang orang-orang kafir. Sedangkan saya meninggal dunia dengan pedang Dzat Yang Maha Merajai dan Maha Perkasa, yaitu Alquran Al-Karim.”

Dihikayatkan dari Masruq radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah mendengar seseorang sedang membaca ayat berikut:

“(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada (Allah Subhanahu wa Ta’ala) Yang Maha Pengasih sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 85-86)

Lantas ia bergetar, menangis, dan berkata kepada orang yang membaca ayat tersebut, “Ulangi lagi untukku!” Maka, ia pun terus-menerus mengulangi ayat tersebut, sementara Marsuq menangis sehingga ia jatuh dan meninggal dunia. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya. Ia termasuk orang-orang yang meninggal dunia lantara Alquran.

Manshur bin Ammar berkata, “Saya memasuki kota Kufah. Pada saat saya sedang berjalan di kegelapan malam, tiba-tiba saya mendengar tangisan seseorang dengan suara yang penuh gelisah dari dalam rumah. Orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku! Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, saya tidak bermaksud menentang-Mu dengan berbuat maksiat kepada-Mu. Akan tetapi, saya berbuat maksiat karena kebodohanku. Lantas sekarang siapa lagi yang dapat menyelamatkanku dari siksa-Mu? Dengan tali siapa saya berpegang teguh jika Engkau memutus tali-Mu dari diriku. Aduh alangkah banyak dosaku.. Aduh tolonglah… Ya Allah!” Manshur bin Ammar berkata,

“Ucapan orang tersebut membuatku menangis, lalu saya berhenti dan membaca ayat berikut:

‘Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.’ (QS. At-Tahrim: 6)

Tiba-tiba saya mendengar teriakan keras dan gemetar lelaki tersebut. Saya pun berhenti hingga suara lelaki itu pun terputus dan saya pun berlalu. Di pagi harinya saya mendatangi rumah lelaki tersebut, ternyata saya mendapatinya telah meninggal dunia dan orang-orang sedang merawat jenazahnya. Di sana terlihat seorang nenek yang sedang menangis, lalu saya menanyakan tentang siapakah perempuan tua tersebut. Ternyata ia adalah ibunya, kemudian saya menghampirinya dan saya bertanya mengenai tingkah laku anaknya, lalu perempuan tua tersebut menjawab, “Dia berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan bekerja mencari rezeki yang halal. Lalu ia membagi tiga hasil dari kerjanya. Sepertiga untuk dirinya sendiri, sepertiga lagi untuk membiayaiku, dan sepertiga lainnya ia sedekahkan. Tadi malam ada seseorang melewatinya sambil membaca suatu ayat, ia pun mendengar ayat tersebut lalu meninggal dunia.”

Diriwayatkan bahwa Mudhar ia adalah seorang qari sedang membaca ayat ini:

(Allah berfirman): “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Jatsiyah: 29)

Lantas Abdul Wahid bin Zaid menangis ketika mendengar ayat tersebut sampai pingsan. Ketika telah siuman, ia berkata, “Demi kemuliaan-Mu dan keagungan-Mu saya tidak akan berbuat maksiat kepada-Mu dengan segenap kemampuanku untuk selamanya. Oleh karena itu, berilah saya pertolongan untuk melakukan ketaatan kepada-Mu dengan pertolongan-Mu.”

Kemudian ia mendengar seseorang membaca ayat berikut:

“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr: 27-28)

Lalu ia meminta agar si pembaca ayat tersebut mengulangi kembali dan bertanya, “Berapa kali saya mengucapkan irji’i.” Ia pun pingsan lantaran takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan siksa-Nya. Ia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memperbaiki diri setelah itu. Maha benar Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berfirman:

“Sekiranya Kami turunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah.” (QS. Al-Hayr: 21)

Zirarah bin Auf menjadi iman bagi orang banyak saat shalat Subuh. Tatkala ia membaca ayat:

“Maka apabila sangkakala ditiup, maka itulah hari yang serba sulit.” (QS. Al-Muddatstsir: 8)

Maka, ia terjatuh dalam keadaan telah meninggal dunia. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya.

Dan ketika firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini telah diturunkan:

“Dan sungguh, Jahannam itu benar-benar (tempat) yang telah dijanjikan untuk mereka (pengikut setan) semuanya.” (QS. Al-Hijr: 43)

Maka, Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu menjerit satu jeritan, lalu ia meletakkan tangan di atas kepalanya dan pergi tak tentu arah selama tiga hari.

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Tulis ulang oleh tim www.KisahMuslim.com


03 November 2020

Tasbih Dosa

Begitu ramai orang yang merasa begitu puas menghitung biji tasbih setiap kali menyebut nama Allah, tetepi mereka tak punya tasbih untuk menghitung ucapan sia-sia yang tak terbilang banyaknya.

Imam Ghazali Rahimahullah

01 November 2020

1-Membaca Shahih Al Bukhari saat Kekeringan

Jika para ulama menggunakan wasilah pembacaan Hadits secara umum dalam menghadapi cobaan. Para ulama secara khusus membaca Shahih Al Bukhari untuk hal yang sama. Al Hafidz Ibnu Katsir berkata mengenai Imam Al Bukhari dan kitabnya Ash Shahih,”Dan kitabnya Ash Shahih, dengan membacanya diharapkan turunnya hujan dari mendung.” (Al Bidayah wa An Nihayah, 6/290)

Ketika Aljazair dilanda kekeringan dan rakyatnya pun mulai khawatir, Hasan Al Basya (1251 H) selaku pemimpin Muslim memerintahkan para ulama untuk membaca Shahih Al Bukhari di masjid Zaituna. Saat itu, mereka berhasil mengkhatamkan Shahih dalam satu hari. Hasan Al Basya orang pertama yang mengawalai kebiasaan baik ini di Aljazair, yakni mengadakan pembacaan Shahih Al Bukhari ketika terjadi bencana. (Syajarah An Nur Az Zakiyah, 2/191)

2-Membaca Shahih Al Bukhari saat Peperangan

Pada saat pasukan Mongol menyerang, Malik Al Manshur bersama pasukannya keluar untuk menghadapi mereka, serta mengirim perintah ke Kairo, agar para ulama berkumpul membaca Shahih Al Bukhari. Saat itu, Al Hafidz Ibnu Daqiq Al `Ied bertanya kepada para ulama,”Apa yang kalian lakukan dengan Bukhari kalian?” Para ulama pun menjawab,”Masih tersisa waktu kita akhirkan, agar kita mengkhatamkan pada hari ini.” Ibnu Daqiq Al `Ied pun menyampaikan bahawasannya pasukan Muslim sudah memperoleh kemenangan. (Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al Kubra, 9/211)

Hal yang sama dilakukan di masa Utsmaniyah, di mana ketika pasukan Utsmaniyah bertempur mengadapi Russia, pihak Utsmaniyah mengirim perintah ke Kairo, agar dibaca di masjid Al Azhar Shahih Al Bukhari. Akhirnya, para ulama, termasuk di dalamnya Syeikh Ahmad Al Arusyi selaku Syeikh Al Azhar membaca Shahih Al Bukhari di masjid itu. (Aja`ib Al Atsar, 2/275)

Di saat Inggris dan Perancis bersatu berencana menyerang Istanbul, Sultan Abdul Hamid II meski saat itu berada di pengasingan juga ikut berdoa untuk kemenangan pasukan Utsmaniyah dengan membaca Shahih Al Bukhari. Sultan Abdul Hamid II menyampaikan,”Pada suatu hari saat aku membaca Shahih Al Bukhari, aku mendapati di salah satu halamannya bab mengenai sifat-sifat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dari sifat-sifat itu, bahawa dari jasad mulianya keluar bau harum. Saat aku membacanya, aku mencium bau harum, yang aku tidak tahu datang dari mana.” Setelah peristiwa itu, terdengar khabar bahawasannya pasukan Utsmaniyah berhasil mengalahkan pasukan Inggris dan Perancis, pasukan musuh gagal memasuki selat Janaq Qal’ah. (Dzikrayat Ash Shulthan Abdul Hamid Ats Tsani, hal. 285)

3 Membaca Shahih Al Bukhari Saat Wabak Menyebar

Pada tahun 790 H terjadi wabah tha`un di Mesir. Qadhi Nashiruddin Muhammad mengajak sekelompok dari umat Islam untuk membaca Shahih Al Bukhari di masjid Al Azhar untuk berdoa agar Allah mengangkat tha`un. (Nail Al Amal fi Dzail Ad Duwal, 2/258)

Pada tahun 881 H kembali terjadi wabah tha`un di Kairo. Pembacaan Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim din Kitab Asy Syifa diadakan di masjid Al Azhar, yang dihadiri oleh para ulama dan para penuntut ilmu, atas perintah sultan. Setelah itu mereka berdoa agar Allah mencegah balak atas mereka, yakni tha`un. (Nail Al Amal fi Dzail Ad Duwal, 7/174)

Pada tahu 1202 H, tha`un terjadi di Kairo. Pembacaan beberapa bahagian dari Shahih Al Bukhari juga dilakukan. (Aja’ib Al Atsar, 2/53)

Pada tahun 1228 H tha`un kembali terjadi di beberapa kota, terutama Al Iskandariyah. Sultan segera melalkukan kurantin, baik di pelabuan seperti di Dimyath serta mencegah perjalanan darat. Sultan juga memerintahkan agar pembacaan Shahih Al Bukhari dilakukan di masjid Al Azhar. Namun pembacaan itu hanya berlangsung tiga hari, di mana mereka mulai bosan, hingga aktivit itu terhenti. (Aja’ib Al Atsar, 3/395) BACA SEMUANYA

24 Oktober 2020

Adab Meludah Dalam Islam


Disunnahkan bagi seseorang untuk menghiasi dirinya dengan adab atau tata krama di dalam masyarakat. Salah satu adab yang sering dilupakan yaitu ketika meludah. Masih ramai yang meludah di jalan, padahal itu merupakan perbuatan yang tidak patut dan dapat menyakiti orang lain.

Namun demikian kita tdak mendapatkan satu nash pun yang melarang meludah di jalan dan pada asalnya segala sesuatu adalah ibahah (boleh) hingga ada dalil yang mengharamkannya.

Terdapat beberapa pendapat ahli ilmu tentang hal ini. Pemilik “Mathalib Aulaa an Nahyi” mengatakan bahawa hal itu dibolehkan kecuali di masjid dengan menghadap ke sebelah kiri dan dibawah telapak kakinya.

Tidak ada larangan meludah di jalan baik pelakunya adalah seorang yang sedang sakit atau sihat kecuali apabila orang itu menderita penyakit menular yang dapat menyebarkan penyakitnya itu melalui ludahnya.

Maka dilarang pada saat itu untuk meludah di jalan kecuali jika langsung di pendamnya (digosok-gosokkan di tanah) berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw, ”Janganlah saling menyakiti.” (HR. Malik)

Terdapat beberapa adab dalam meludah, diantaranya: menjauhi meludah ke arah kiblat dan ke sebelah kanannya. Didalam sunan Abu Daud dan yang lainnya dari Hudzaifah bahawa Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang meludah ke arah kiblat maka ludahnya itu akan datang dihadapannya pada hari kiamat.”

Didalam riwayat Ibnu Khuzaimah dari hadits Ibnu Umar—marfu—Akan dibangkitkan orang yang meludah ke arah kiblat pada hari kiamat dan dia mendapati ludahnya itu di wajahnya.”

Ash Shan’aniy didalam “Subul as Salam” berkata, ”Meludah ke arah kiblat seperti meludah ke arah kanan sesungguhnya hal itu dilarang juga secara mutlak.

Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dari Ibnu Mas’ud bahawa dirinya tidak menyukai meludah ke arah kanannya meski tidak dalam keadaan solat. Dari Muadz bin Jabal berkata, ”Aku tidak pernah meludah ke sebelah kananku sejak keislamanku. ”Dari Umar bin Abdul Aziz bahawa dirinya juga melarang hal demikian.

Di dalam “Mughni al Muhtaj Ila Ma’rifah Alfazh al Manhaj” yang ditulis Syarbiniy disebutkan bahawa makruh meludah ke sebelah kanan dan depannya meskipun tidak dalam keadaan solat, sebagaimana dikatakan penulisnya.

Berbeda dengan apa yang dipilih oleh al Azra’iy yang mengikuti pendapat as Subkiy yang mengatakan bahawa hal itu adalah mubah (boleh) akan tetapi tempat yang dimakruhkan adalah ke arah kiblat sebagaimana pendapat sebahagian mereka (ulama) untuk memuliakannya. (Markaz al Fatwa No. 61665)

Jadi sebaiknya bagi seorang yang berkendaraan untuk menahan diri dari meludah di jalan terlebih lagi apabila kendaraannya sedang berjalan kerana dapat memungkinkan ludah yang dikeluarkannya itu tertiup angin dan mengenai orang yang di belakangnya dan perbuatan ini termasuk menyakiti orang lain yang dilarang islam sebagaimana hadits, ”Janganlah saling menyakiti.” (HR. Malik)

Ketika sedang berkendara dan terasa hendak meludah, hendaklah memberhentikan kendaraan dan meludahlah di sebelah kirinya dan menggosokkan ludah tersebut dengan kaki. Boleh juga memperlambat laju kendaraan sebelum meludah kerana khawatir terkena kendaraan di belakang.

Mengenai larangan meludah ke arah kiblat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

Barangsiapa yang meludah ke arah kiblat, maka ia akan datang pada Hari Kiamat dengan diludahi di antara kedua matanya.” (HR. Abu Dawud dan ibnu Hibban dari Hudzaifah, dan Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam kitab Shahih Al-Jami’, 6160).

Sedangkan untuk larangan membuang hingus ke arah kiblat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

Dibangkitkan orang yang mengeluarkan hingus ke arah kiblat pada Hari Kiamat, (dimana hingus itu) dikembalikan ke wajah orang tersebut.”

(HR.Al-Bazzar dari Ibnu Umar, dan Syaikh Al bani menshahihkannya di dalam Shahih Al-Jami’, 2910).

Ringkasan:-

– Ketika meludah pandanglah ke sebelah kiri

– Jangan meludah ke arah Kiblat

Wallahu a’lam bishawwab. 

sumber ilmu[islampos]

18 Oktober 2020

Kekesalan Ibn Taimiyyah

 


Antara petikan dari kata-kata ulama yang cukup memberi kesan terhadap diri saya ialah ungkapan Syeikh al-Islam Ibn Taimiyyah pada akhir hayatnya:

“Aku sungguh kesal kerana telah membazirkan kebanyakan masaku pada selain dari makna al-Quran” [Dzayl Tabaqat al-Hanabilah].

Sedangkan kehidupan ilmuwan tersohor ini sentiasa dipenuhi ilmu, penulisan, nasihat, jihad dan amal.

Bagaimana pula dengan harian kita yang lebih sibuk dengan urusan atau perbahasan yang kurang memberi manfaat kepada kehidupan akhirat kita?

Sangat benar apa yang telah disebutkan oleh al-Imam al-Syafi’i:

“Ilmu selain dari al-Quran sentiasa menyibukkan” [al-Diwan].

Ya, bila kita tidak penuhi masa kita dengan ilmu-ilmu al-Quran, kita akan disibukkan dengan pengetahuan atau urusan yang tidak mendekatkan diri kita kepada Allah, mahupun bermanfaat buat kita di hari akhirat kelak.

Dr. KJ

28 April 2020




;;