23 Oktober 2011



Diktaktor toghut yang kejam dan bengis, Moammar Qaddafi akhirnya tewas mengenaskan di tempat kelahirannyai, Sirte, Kamis 20 Oktober 2011. Gelombang tsunami revolusi rakyat Libya menggulung rezim Qaddafi di usianya yang ke-42 tahun setelah 42 tahun pula dia berkuasa, menjarah dan medzolimi rakyat Libya, serta menginjak-injak syariat Islam, agama mayoritas negara yang berada di Afrika Utara ini. Apa yang akan terjadi pasca runtuhnya rezim Qaddafi ? Apakah ini terkait dengan strategi Al Qaeda menjebak Amerika untuk “masuk” ke Libya dan menjadikannya sebagai Irak ke-2?


Rezim Murtad Qaddafi Disapu Gelombang Tsunami Revolusi...klik tajuk untuk seterusnya

Benar yang dikatakan Syekh Anwar al Awlaki rahimahullah dalam INSPIRE edisi ke-5 bertajuk “The Tsunami of Change” bahwa revolusi mampu mematahkan ketakutan yang selama ini mendekam di hati benak kaum Muslimin bahwa para tiran tidak bisa dikalahkan!
Kota Sirte, Libya, kamis, 20 Oktober 2011 menjadi saksi bagaimana sang diktaktor toghut yang kejam dan bengis, Moammar Qaddafi meregang nyawa secara mengenaskan setelah baku tembak dengan para penjuang revolusi. Dari tempat persembunyiannya di selokan, Moammar Qaddafi diseret dan tak berdaya di tangan para pejuang revolusi. Dengan memelas Qaddafi bertanya kepada para pejuang revolusi di hadapannya, “Apa yang sudah saya lakukan kepada kalian?”
Tidak sulit menjawab pertanyaan sang diktaktor toghut yang kejam dan bengis ini. Sebagaimana akhir hidupnya yang berlumuran darah, semasa hidup tangan Moammar Qaddafi juga berlumuran darah kaum Muslimin, rakyatnya sendiri, terutama aktivis Islam dan mujahidin.
Selama 42 tahun berkuasa, ribuan aktivis dakwah dan jihad dibantai oleh diktaktor toghut sekuler-sosialis yang sangat membenci syariat Islam ini. Bahkan, untuk mengganti penerapan syariat Islam, Qaddafi menerapkan undang-undang dasar sekuler bernama Al-Kitab Al-Akhdar. Lihatlah kesudahan pemimpin yang anti syariat Islam dan tidak mau menerapkan syariat Islam!
Seorang ulama mujahid, Syekh Abdurrahman Hasan bahkan menjuluki Moammar Qaddafi sebagai “Musailamah Modern” dalam bukunya yang berjudul “Qaddafy Musailamah al Ashr” dengan kata pengantar dari Syekh Mujahid Abu Mundzir As-Saidy, Amir Jama’ah Jihad Libya.
Dalam buku tersebut dijelaskan kesesatan-kesesatan Qaddafi, diantaranya mengingkari sunnah Rosul, menyamakan syariat Islam dengan undang-undang Romawi, dan juga mengaku dirinya nabi.
Penjelasan kesesatan Qaddafi dan perilaku sadis serta kejam kepada kaum Muslimin sudah cukup untuk menyadarkan kaum Muslimin bahwa Qaddafi tidaklah layak diberi gelar Al Qaid Qaddafi (Qaddafi Sang Pemimpin). Karena pada hakikatnya Qaddafi adalah seorang diktaktor toghut yang kejam dan bengis. Alhamdulillah, Allah SWT., menggulingkan orang ini dan menyapu bersih singgasana kekuasaannya melalui tangan-tangan para pejuang revolusi Libya.
Siapa di balik para pejuang revolusi Libya?
Dewan Transisi Nasional atau National Transitional Council of Libya (NTC) adalah kumpulan para pejuang revolusi Libya yang pada akhirnya-dengan idzin Allah- berhasil menggulingkan Qaddafi. Lembaga ini didirikan tanggal 17 Februari 2011, saat gelombang tsunami revolusi mulai menyapu Libya.
Wikipedia menginformasikan bahwa NTC atau Al Majlis Al Watani Al Intiqali adalah sebuah pemerintahan sementara Libya di bawah Presiden Mustafa Abdul Jalil, wakil Presiden Abdul Hafiz Ghonga, dan Perdana Menteri Mahmoud Jibril.
Sesaat setelah Qaddafi tewas, Kamis (20/10) Wakil Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) atau Wakil Presiden versi Wikipedia, Abdul Hafiz Ghonga menyatakan bahwa pihaknya akan segera mendeklarasikan kemerdekaan Libya dalam beberapa jam mendatang, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera.
Kini, semua mata tertuju pada Libya, khususnya NTC. Seluruh telinga bersiap untuk mendengarkan pemerintahan seperti apa yang akan dibentuk NTC di Libya, apakah pemerintahan sekuler pro Barat atau NATO yang selama ini turut menggempur pasukan loyalis Qaddafi di Sirte atau pemerintahan Islam yang akan menerapkan syariat Islam secara sempurna?
Banyak pihak khawatir akan masa depan Libya, khususnya Barat dan juga antek-anteknya, terutama jika Libya akhirnya menjadi negara yang menerapkan syariat Islam dan dipimpin oleh aktivis Islam dan para mujahidin.
Uni Afrika contohnya, hingga kini masih belum memberikan pengakuan kepada NTC bahkan menolaknya. Posisi geo politik dan geo strategis Libya sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim di Afrika Utara, menjadi incaran seluruh kepentingan.
Al Jazair, negara tetangga terdekat Libya yang hanya berjarak seribu kilometer, paling khawatir dengan masa depan Libya. Ketakutan ini semakin menjadi setelah surat kabar yang terbit di Al Jazair, al-Khabar pada hari Jum’at, 26 Agustus 2011 mengutip sumber di pasukan keamanan bahwa banyak anggota Al Qaeda dibebaskan setelah rezim diktaktor toghut Libya, Moamar Qaddafi benar-benar telah jatuh.
Mereka adalah para Mujahidin Libya yang ditangkap dan diserahkan kepada rezim Libya dari berbagai negara termasuk Irak, Afghanistan, dan Somalia. Bukan tidak mungkin, saat ini mereka semua sudah berbaur dengan para pejuang revolusi Libya yang akhirnya berhasil menewaskan sang diktaktor toghut tersebut.
Pihak otoritas rezim Al Jazair yang kini merasa terancam bahkan mengklaim memiliki informasi bahwa di jajaran depan para pejuang revolusi adalah Mujahidin Libya yang sebelumnya telah diserahkan kepada Qaddafi. Situasi ini memperkuat kekhawatiran rezim Al Jazair bahwa para pendukung Jihad berada dalam kelompok-kelompok oposisi bersenjata. Karena itu juga, hingga saat ini rezim Al Jazair belum mengakui NTC.
Al Jazair bahkan secara resmi mengakui bahwa istri Qaddafi, Shafiyah, bersama anak perempuan sulungnya Aisyah dan kedua anak laki-lakinya, Muhammad dan Hanibal, bersama orang-orang terdekat Qaddafi akan diberikan suaka politik dan perlindungan keamanan.
Nigeria, tetangga lainnya Libya, secara resmi juga memberikan suaka politik kepada anak Qaddafi yang bernama Sa’idi dan menolak untuk menyerahkannya kepada NTC. Beberapa sumber mengatakan bahwa Sa’idi tinggal di sebuah apartemen mewah dengan pengawalan ekstra ketat di ibukota Nigeria. Lalu, benarkah mujahidin menjadi garda depan NTC?
Beberapa nama yang diduga kuat sebagai mujahidin Libya memang sering muncul. Salah satunya adalah Abdul Karim Balhaj, selaku Komandan pasukan revolusi Libya. Di saat tewasnya Qaddafi, Balhaj mengkonfirmasi kevalidan berita tersebut dari para pejuang di Sirte. Nama Balhaj mencuat di saat dirinya memimpin pertempuran di wilayah Babul Aziziyah.
Nama mujahid lainnya yang muncul adalah Muhammad Halibus Laits, Komandan Brigade Syuhada Libya. Kantor Berita Pres International bahkan merilis pernyataan Muhammad Halibus Laits, Komandan Brigade Syuhada, yang terlibat langsung dalam penyerbuan di Sirte yang akhirnya menewaskan Qaddafi.
Bukti visual kehadiran mujahidin Al Qaeda juga bisa dilihat dari foto-foto mereka yang bersumber dari Forum Jihad Al Ansar dan kemudian dipublikasikan oleh Arrahmah.com. Dalam foto-foto tersebut nampak sekali keunikan dan kekhasan mereka. Di tengah perang yang berkecamuk di Libya, mereka tampak tetap menjalankan sholat, berdoa, membaca Al Qur’an. Subhanallah!
Salibis Barat Manfaatkan Situasi Libya
Sebagaimana biasa, salibis barat melalui antek-antek dan organ-organ bentukannya mencoba memanfaatkan gelombang tsunami revolusi di Timur Tengah, termasuk di Libya untuk kepentingan mereka. Melalui lembaga Amnesti International, salibis barat menuduh NTC melakukan pelanggaran HAM sebagaimana biasa dilakukan pemerintahan Qaddafi. Tuduhan Amnesti Internasional ini langsung disangkal NTC melalui jubirnya, Jalal al-Galal, yang mengatakan kepada Reuters bahwa pimpinan dewan pasti akan memeriksa laporan yang dibuat oleh kelompok hak asasi manusia tersebut.
Dalam laporan berjudul “Pelanggaran Penahanan Warnai Libya Baru,” Amnesti menyatakan kekuatan dewan transisi yang menguasai Tripoli pada 23 Agustus telah menahan sekitar 2.500 orang di ibukota dan sekitarnya, kebanyakan tanpa surat perintah penangkapan, dalam skenario yang mirip dengan penculikan.
Lewat propaganda penegakan HAM yang pada intinya anti syariat Islam, salibis barat sudah pasti akan mengontrol NTC dan pemerintahan Libya pasca tewasnya Qaddafi secara ketat. Ketika salibis barat melihat ada indikasi NTC ataupun pemerintahan baru Libya cenderung untuk menerapkan syariat Islam, maka bisa dipastikan pasukan kafir barat bersama koalisi salibis zionis segera menginvasi Libya dengan berbagai alasan, termasuk telah terjadi pelanggaran HAM berat di Libya!
Seorang analis dari situs online Al Quds Khaled El Shami menyatakan bahwa jika pasukan salibis asing hadir di Libya, maka kondisi krisis yang melanda Afrika Utara akan semakin bertambah buruk. Jika pasukan asing ke Libya, maka pasukan ini akan muncul sebagai pasukan penjajah, dan hal ini akan menjadi penghambat bagi perlawanan yang sudah diperjuangkan oleh rakyat Libya di masa lalu melawan penjajahan Italia.
Analisa Khaled ini muncul setelah direktur eksekutif NTC, Mahmoud Jibril menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan pihaknya membutuhkan kehadiran pasukan militer internasional di Libya untuk ‘menciptakan perdamaian dan keamanan’ pasca Qaddafi.
Khaled El Shami juga menganalisa bahwa kehadiran pasukan asing, terutama pasukan Amerika akan mengundang jaringan Al Qaeda untuk membentuk cabang di negara Afrika Utara tersebut.
Kehadiran Al Qaeda sudah pasti menjadi ancaman bagi salibis barat. Selama ini keikutsertaan salibis barat, melalui NATO menggempur Qaddafi tentu memiliki perhitungan politik dan agenda tersendiri.
Jubir NATO, Carmen Romero mengatakan pada hari Selasa (18/10) bahwa keputusan untuk mengakhiri operasi baru akan diambil setelah NATO melakukan analisis komprehensif terhadap situasi politik dan militer di Libya.
Selama 8 bulan terakhir, salibis barat menggunakan NATO telah membombardir Libya dengan menggunakan alasan resolusi DK PBB. Melalui sebuah operasi militer bersandi “Odyssey Daws”. Sejak saat itu, NATO telah 9.500 kali melancarkan serangan ke Libya, dengan rata-rata 15 serangan dalam sehari. Jumlah ini menurun dari intensitas penyerangan sebelumnya yakni sekitar 70-80 serangan per hari.
Secara politik dan militer, penyerangan Libya oleh AS dan sekutunya telah memperluas peta perang salib baru. Sebelumnya, sejumlah negara-negara Islam telah menjadi sasaran nyata kebuasan perang salib baru, seperti Afghanistan, Iraq, Pakistan, Chechnya, Al Jazair, Palestina, dan Somalia. Akankah Amerika masuk ke Libya dan menjadikannya sebagai Irak ke-2?
Strategi Al Qaeda Menjebak Amerika
Dalam buku tulisan Fahmi Suwaidi berjudul “Masterplan 2020 Strategi Al Qaeda Menjebak Amerika” dijelaskan bahwa Al Qaeda telah menyusun 7 fase strategi menuju kemenangan dan kejayaan umat Islam, yang salah satu fasenya adalah dengan menjebak Amerika untuk keluar ‘kandang’ agar mudah dijangkau alias dihancurkan.
Fase menjebak Amerika yang disebut dengan Fase Penyadaran dimulai awal 2000 dan berakhir tahun 2003 dan sering disebut dengan fase menggetok kepala ular. Kepala ular itu adalah Amerika, dan berhasil di ”getok” oleh 19 pemuda pemberani pada peristiwa 11 September 2001.
Fase kedua adalah “Fase Membuka Mata”. Fase ini direncanakan berlangsung pada tahun 2003 hingga 2006. Tujuannya adalah membuat umat sadar akan kondisinya dan menguak kedok kejahatan kaum kafirin yang dikawal oleh Amerika dan semua sekutunya.
Fase selanjutnya adalah “Fase Kebangkitan dan Berdiri”. Fase ini dilaksanakan sekitar tahun 2007-2010. Tujuannya untuk menambah personil yang siap terjun ke bebagai medan di seluruh dunia.
Fase ke-4 disebut dengan “Fase Pemulihan Keadaan”. Fase ini betujuan untuk menjatuhkan kekuasaan rezim-rezim tiran yang mencengkeram negara-negara Islam dengan melakukan kontak kuat secara langsung. Fase ini direncakan sekitar tahun 2010-2013.
Keruntuhan rezim Qaddafi yang terjadi pada hari Kamis, 20 Oktober 2011 bisa dimasukkan ke dalam fase ke- 4 ini, dimana rezim tiran Qaddafi berhasil digulingkan dengan perjuangan bersenjata oleh para pejuang revolusi Libya.
Fase berikutnya adalah “Fase Memproklamasikan Negara”. Pada fase ini Al Qaeda memfokuskan diri untuk mendirikan Daulah Islam dengan menggabungkan berbagai organisasi jihad dunia dan Al Qaeda. Fase ini akan dilakukan pada tahun 2013-2016.
Selanjutnya fase ke-6 yang disebut dengan “Fase Konfrontasi Total”. Pada fase ini akan terjadi perang besar-besaran antara dua kubu. Kubu Mukminin dan Kubu Kafirin wa Bathilin. Perang antara yang Haq dan yang Bathil. Perang dari seluruh segi dan meluas ke seluruh penjuru negeri. Fase Konfrontasi Total ini direncanakan terjadi pada tahun 2016.
Fase terakhir disebut dengan “Fase Kemenangan Mutlaq”. Fase ini lanjutan dari Fase Konfrontasi Total yang diyakini oleh para konseptor Al Qaeda akan berjalan singkat, sekitar 3 atau 9 tahun saja, yakni dari tahun 2016 hingga 2019 atau 2025.
Dalam buku Masterplan Al Qaeda 2020 juga dibahas peranan Ibnu Syekh Al-Libi, instruktur militer Al Qaeda asal Libya. Pasokan informasi ‘menyesatkan’ dari Syekh Al Liby berhasil menggiring “Kepala Ular” AS menginvasi Iraq di tahun 2003. Masuknya Amerika untuk menginvasi Iraq di tahun 2003 adalah sebuah strategi Al Qaeda menjebak Amerika yang sukses. Amerika mengalami kerugian besar dengan tewasnya ribuan serdadu kafirnya dan jutaan dollar dana operasional perang Iraq ludes tak bersisa.
Selain itu, masuknya Amerika ke Iraq di tahun 2003 juga membawa berkah tersendiri, yakni menjadikan Iraq sebagai medan jihad berikutnya. Faksi-faksi mujahidin di Iraq bahkan bersatu untuk menghadapi musuh bersama Amerika. Keberhasilan demi keberhasilan dicapai oleh mujahidin Iraq hingga puncaknya dideklarasikan Daulah Islam Iraq atau Negara Islam Iraq di tahun 2006 dan Alhamdulillah masih eksis hingga detik ini.
Presiden Amerika Barack Obama bahkan tidak malu-malu lagi telah mengumumkan pada hari Jum’at (21/10) akan mengakhiri Perang Iraq dan akan menarik seluruh pasukannya akhir tahun ini. Seluruh pasukan salibis AS di Iraq saat ini berjumlah 40.000 dan sudah lebih dari 4.400 yang tewas sejak AS dan sekutunya menginvasi Iraq pada bulan Maret 2003.
Kini, jebakan yang sama untuk Amerika sedang dipasang Al Qaeda di Libya. Amerika dan sekutu-sekutunya sudah pasti tidak akan rela apabila rakyat Libya mengatur masa depan negaranya sendiri, apalagi jika menggunakan syariat Islam sebagai landasan bernegaranya. Amerika sudah pasti akan menjajakan dagangannya ke pemerintahan transisi Libya atau NTC, yakni demokrasi liberal.
Setelah Qaddafi Digulingkan, Tegakkan Syariat Islam!
Satu fakta yang tidak bisa dipungkiri, diantara gerakan-gerakan Islam di dunia yang mampu menggoncangkan dan menakutkan aliansi pasukan salib pimpinan Amerika adalah Al Qaeda. Amerika sendiri mencap Al Qaeda sebagai organisasi teroris, karena Al Qaeda betul-betul mampu menghancurkan Amerika dan menebar teror di tengah-tengah rakyat Amerika yang saat ini sebagai satu-satunya negara super power dunia.
Ulama mujahid yang juga merupakan pimpinan senior Al Qaeda asal Libya, Syekh Abu Yahya Al Libi pernah mengeluarkan pernyataan kepada umat Islam di Libya yang pada saat itu sedang berjuang, agar segera menggulingkan rezim Qaddafi dan segera mendirikan pemerintahan Islam. Pernyataan beliau ini dilaporkan oleh Ummah News mengutip Associated Press.
Dalam pernyataan yang dirilis dalam video terbarunya tersebut, Syekh Abu Yahya Al Libi mengatakan bahwa setelah jatuhnya rezim di Tunisia dan Mesir, kini giliran Qaddafi yang harus turun, saat pejuang pemberontakan menekan hampir selama satu bulan untuk sebuah kampanye pengusiran Qaddafi.
Beliau menyebut pemerintah nasional otokratis Arab, sebagai musuh Islam, karena telah mempraktekkan jenis terburuk dari penindasan dengan dukungan Barat dan telah gagal mengambil pelajaran dari sejarah, ujarnya.
Sekarang giliran Qadaffi setelah ia membuat rakyat Libya menderita selama lebih dari 40 tahun, ujar Syekh Abu Yahya. Beliau juga menambahkan bahwa itu akan membuat malu rakyat Libya jika tiran diizinkan untuk mati secara damai. Qadarallah, seruan dari Syekh Abu Yahya Al Libi kini terbukti dengan tewasnya diktaktor toghut Libya, Moammar Qaddafi secara mengenaskan. Subhanallah!
Pertanyaannya kemudian, setelah Qaddafi berhasil-dengan idzin Allah-dugulingkan, akankah syariat Islam segera ditegakkan. Apakah para pejuang revolusi Libya memang memiliki hubungan dengan Al Qaeda sehingga dengan segera memenuhi seruan-seruan para ulamanya, termasuk seruan Syekh Abu Yahya Al Libi?
Salah satu komandan revolusi Libya, Abdul Hakim al-Hasidi telah mengakui hubungannya dengan Al Qaeda. Beliau mengatakan jihadis atau para mujahid yang berjuang melawan tentara sekutu di Iraq berada di garis depan pertempuran melawan rezim murtad Moammar Qaddafi.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Italia Il Sole 24 Ore, al-Hasidi mengakui bahwa ia telah merekrut sekitar 25 orang-orang dari daerah Derna di Libya timur untuk memerangi pasukan koalisi di Iraq. Beberapa dari mereka, katanya, adalah “hari ini di garis depan dalam Adjabiya”.
Pernyataan ini senada dengan pernyataan khawatir dari rezim Al Jazair sebelumnya akan berperannya mujahidin Al Qaeda dalam revolusi rakyat Libya. Rezim Al Jazair telah berulangkali menyatakan bahwa Mujahidin memiliki akses ke berbagai persenjataan berbeda yang di masa depan dan mereka akan menggunakannya di wilayah itu.
Di otoritas pemerintahan Al Jazair sendiri, unit Mujahidin telah beroperasi selama bertahun-tahun, memimpin perjuangan bersenjata melawan kediktatoran militer, yang didirikan selama beberapa dekade dengan bantuan Perancis.
Di Al Jazair Mujahidin Al Qaeda telah lama eksis dengan nama Al Qaeda Maghrib Islam atau yang lebih dikenal dengan singkatan AQIM dan saat ini di bawah kepemimpinan Syekh Abu Mush’ab Abdul Wadud.
Syekh Athiyatullah dalam buku “Sewindu Perang Salib Baru” ditanya oleh As-Sahab Media berkaitan dengan jihad di Maghrib Islami. Beliau menjawab bahwa Al Jazair secara khusus dan Maghrib Islami secara umum berusaha untuk berubah dari medan ke medan kaum Muslimin dalam arti sebenarnya, berusaha dalam lingkaran mata rantai jihad umat kita pada tahapan sejarah kita sekarang ini. Peperangan kita itu sama dengan musuh yang sama dan barisan yang sama.
Akhirnya, jika mengikuti Masterplan Al Qaeda 2020, setelah melewati Fase Keempat, yakni menggulingkan penguasa tiran dan diktaktor, maka Libya akan memasuki fase ke-5 yakni Fase Memproklamirkan Negara. Tentu saja negara yang ingin diproklamirkan disini adalah Daulah Islam atau Negara Islam, yakni negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna untuk kemudian menggabungkan berbagai organisasi jihad dunia dan Al Qaeda, sebelum konfrontasi total dan fase kemenangan mutlak dengan berdirinya negara Khilafah Islamiyyah.
Keputusan atau deklarasi negara jenis apa yang akan didirikan oleh NTC saat ini menjadi sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu, oleh semua pihak, lawan maupun kawan. Apakah negara Libya yang menerapkan syariat Islam secara sempurna, atau negara Libya beraliran demokrasi liberal?
Yang pasti, apabila salibis barat dengan sekutu-sekutunya tidak suka dengan pilihan syariat Islam diterapkan di negara Libya yang baru, maka Amerika akan terjebak untuk masuk menginvasi Libya, dan memerangi mereka. Kondisi ini tentunya akan menjadikan Libya menjadi Irak ke-2. Wallahu’alam bis showab!
By: M. Fachry
International Jihad Analysis
Ahad, 25 Zul’qodah 1432 H/23 Oktober 2011 M
Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media
© 2011 Ar Rahmah Media Network

0 Comments:

Post a Comment