21 Februari 2011

233 Tewas, Ratusan Luka-Luka di Libya

Senin, 21/02/2011 [eramuslim.com]
Para penentang Presiden Muammar Gadhafi menginginkan Libya seperti Tunisia dan Mesir, di mana para penguasa mereka mengundurkan diri. Muammar Gadhafi sudah berkuasa selama 42 tahun. Ini sejarah kekuasaan yang panjang oleh seorang penguasa di kawasan Afrika Utara. Sementara itu, Saif al-Islam, orang kedua sesudah Gadhafi memperingatkan, jika aksi protes tidak berhenti, maka Libya akan jatuh pada perang saudara, antara penentang pemerintah dan pendukung pemerintah
Menurut Human Right Watch jumlah yang tewas sudah mencapai 233 orang, dan ratusan lainnya yang mengalami luka-luka. Seorang saksi mata, menuturkan bahwa terjadi 'genocide' (pembantaian) oleh pasukan militer Libya terhadap para penentang Gadhafi. Pernyataan para saksi mata itu, dibenarkan oleh Human Right Watch,yang mengunjungi rumah-rumah sakit yang ada di Benghazie, di mana ratusan korban yang masih berada di rumah sakit itu.
Masih terdengar tembakan sporadis sepanjang hari Minggu malam sampai Senin pagi yang dilakukan oleh aparat mliter yang menggunakan senjata otomatis.Aksi gerakan menentang pemimpin Libya itu, sudah memasuki gerbang kota Tripoli, yang menjadi pusat pemerintahan Libya. Ini pertama kali gerakan aksi protes menjalar ke ibukota yang menjadi pusat pemerintahan. Semula gerakan aksi protes hanya berpusat di kota Benghazi, tetapi aksi tidak dapat dibendung dan sekarang telah memasuki ibukota Tripoli.
Senin pagi, sekitar 500 orang yang melakukan aksi protes mendatangi gedung tempat operet Korea Selatan dekat Tripoli, melukai 17 pekerja, dan bentrok dengan penjaga gedung milik KoreaSelatan.
Saif al-Islam,anak kedua tertua Gadhafi, berbicara di telivisi, mengajukan proposal reformasi menuju kehidupan yang demokratis di negeri itu, dan memperingatkan bila aksi protes itu tidak berhenti, dikawatirkan akan terjadi perang saudara, tegasnya.
"Kami berbicara dengan sangat rasional, kami bisa menghentikan pertumpahkan darah, kami dapat bergandengan tangan untuk Libya", tegas Saif al-Islam. "Tetapi, jika aksi protes ini terus berlanjut, lupakan demokrasi, lupakan reformasi, dan akan ada perang saudara", tambahnya.
Minggu, pemerintah pusat kehilangan kontrol atas Benghazi, kota kedua terbesar di Libaya, sesudah ibukota Tripoli telah jatuh ke tangan para penentang pemerintah. Benghazi jatuh atas dukungan sejumlah perwira militer Libya yang menentang Gadhafi. 'Benghazi telah bebas dan merdeka dari tiran", ujar seorang peserta aksi protes. "Tidak lama lagi negeri ini akan bebas dari kekuasaan Gadhafi", tambah mereka. (mh/cnn)

0 Comments:

Post a Comment