04 Mac 2012

Sumber [eramuslim.com] Ikhwanul Muslimin bekerja sama dengan kelompok Islam lainnya pada hari Jumat kemarin (2/3) berusaha mendirikan partai politik baru untuk menjadi pemain politik terkemuka dalam pemilu pertama negara itu sejak penggulingan Muammar Gaddafi dalam pemberontakan yang didukung NATO.
Partai-partai Islam dan sekuler akan bersaing dalam pemilihan bulan Juni mendatang untuk kursi di dalam majelis nasional yang akan merancang konstitusi baru bagi negara Afrika Utara tersebut.
Analis politik mengatakan Ikhwanul Muslimin Libya mungkin akan muncul sebagai kekuatan politik yang
paling terorganisir dan pemain terkemuka di negara pengekspor minyak di mana kelompok Islam, seperti semua oposisi, mengalami tekanan selama 42 tahun pemerintahan Gaddafi.
Pasca pemberontakan pemilu telah membawa kelompok Islam ke dalam pemerintahan di Tunisia, Mesir dan Maroko sejak Oktober tahun lalu dan mereka juga akan tampil baik di Libya, sebuah negara yang secara sosial konservatif di mana alkohol sudah dilarang sebelum revolusi.
Lamine Belhadj, yang mengepalai komite yang bekerja untuk mendirikan partai baru, kepada Reuters dalam sebuah konferensi pada Jumat kemarin mengatakan akan mempertemukan kubu Islamis dari garis-garis yang berbeda.
"Ini adalah konferensi pembentukan sebuah partai, sipil nasional dengan bingkai Islam. Partai sedang dibentuk oleh Ikhwanul Muslimin dan kelompok independen yang tidak berafiliasi dengan organisasi Islam," katanya menegaskan.
Belhadj, seorang pejabat senior di Dewan Transisi Nasional (NTC) dan anggota komisi yang bertanggung jawab untuk mengatur pemilu, mengatakan partai baru belum diberi nama dan para pemimpinnya belum dipilih.
Abdullah Shamia, seorang profesor ekonomi dan anggota Ikhwan sejak Ikhwan sebagai sebuah organisasi bawah tanah di Libya, mengatakan partai baru akan independen. Ikhwanul Muslimin, yang lebih luas dalam amal dan sosial, akan melanjutkan pekerjaannya secara terpisah dari partai politik.
Munculnya partai-partai Islam di kotak suara telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang Arab sekuler lebih bahwa pemerintah baru akan memberlakukan pembatasan yang lebih religius pada masyarakat atau berusaha untuk membuat konstitusi sesuai dengan hukum Islam, atau syariah.(fq/reu)

0 Comments:

Post a Comment