26 April 2012

Sang Penyusup dalam Gerakan Islam

Awas ada penyusup..serupa tapi tak sama.

Sumber [nahimunkar.com] SALAH SATU unsur yang barangkali perlu diperkuat bagi kalangan Islam Pergerakan adalah kewaspadaan. Hal ini penting, karena bila kurang waspada, gerakan Islam yang semula murni memperjuangkan syari’at, bisa berbelok arah tanpa terasa. Karena, ada penyusup yang larut bagai garam di dalam sayur. Belum tentu bisa terlihat, namun sudah pasti bisa dirasakan.
Kewaspadaan bukanlah kecurigaan atau berburuk sangka (su’udzon). Inilah yang sering disalahartikan. Sehingga, kurang waspada disamakan dengan berbaik sangka (husnudzon). Kewaspadaan sangat terkait dengan tingkat kecerdasan dan kehati-hatian. Semakin tinggi tingkat kecerdasan dan kehati-hatian seseorang, semakin tinggi pula tingkat kewaspadaannya. Artinya, kewaspadaan itu ada alasan-alasan rasional, berbeda dengan kecurigaan......klik tajuk / Link


Pada masa-masa sebelumnya, sudah terbukti, bahwa ke dalam gerakan Islam sering hadir penyusup tanpa diundang. Misalnya, dalam kasus Jama’ah Imran di tahun 1980-an ada penyusup bernama Najamuddin. Menurut Umar Abduh dalam artikel lepasnya berjudul Kasus Jama’ah Imran 1980-1981, Najamuddin sudah disusupkan sekitar tiga bulan setelah terbentuknya Jama’ah Imran.
Najamuddin tidak sekedar menyusup tetapi membawa setumpuk dokumen yang dikatakannya dari Mabes ABRI dan CSIS. Isinya, agitasi yang saat itu belum disadari. Tidak sekedar agitasi dan provokasi, Najamuddin juga menjanjikan bisa mensuplai senjata api. Lebih jauh, ia merancang penyerangan kantor Kosekta 65 Bandung (11 Maret 1981). Akibatnya, sejumlah jama’ah Imran bin Muhammad Zein ditangkap.
Upaya pembebasan jama’ah Imran yang ditangkap aparat berkembang hingga menjadi pembajakan pesawat Garuda Indonesian Airways yang kemudian dikenal dengan Kasus Pembajakan Woyla (28 Maret 1981). Belakangan identitas Najamuddin terkuak, sehingga ia dihabisi oleh kawan-kawan Imran bin Muhammad Zein.
Sosok penyusup tidak selalu memprovokasi targetnya untuk melakukan tindakan radikal, namun bisa saja sekedar menghimpun data dan informasi, seraya terus memantau perkembangan lembaga yang disusupinya. Kemudian, melaporkan temuannya itu kepada lembaga yang menugaskannya.
Hal ini pernah terjadi pada organisasi penegakan syari’ah Islam yang dihasilkan melalui sebuah kongres pada bulan Agustus 2000. Sejak masih dalam proses organisasi mujahid ini sudah disusupi sosok bernama (disamarkan) Abdul, yang pernah kuliah di sebuah perguruan tinggi Islam negeri di Jogjakarta jurusan Fikh Syari’ah (lulusan 1977).
Latar belakang pendidikan formal inilah yang membuat Abdul bisa mudah larut ke dalam organisasi mujahidin tersebut. Sehingga, pasca kongres ia masuk ke dalam departemen hubungan antar mujahid bersama dua orang lainnya. Bahkan sudah sejak 1991 Abdul menyusup ke dalam gerakan Islam, dan berinteraksi dengan tokoh-tokoh pergerakan antara lain dengan dua tokoh pergerakan yang pernah hijrah ke Malaysia dan kembali ke Indonesia pada 1999.
Sekitar tahun 2002, identitas Abdul kian terbuka. Maka ia pun menghilang. Awal kehadirannya di dunia pergerakan hingga ia surut dari penyusupan, tak begitu disadari. Yang jelas ia perwira menengah. Salah satu hal menonjol dari sosok Abdul ini adalah ketika ia dikabarkan ikut terlibat di dalam proses penangkapan Omar Al-Farouq alias Mahmud bin Ahmad Assegaf di Masjid Raya Bogor, pada tanggal 05 Juni 2002.
Al-Farouq selama ini dikenal sebagai wakil senior Al-Qaida di Asia Tenggara dengan tugas merencanakan sejumlah serangan terhadap kepentingan AS di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Hal ini terungkap berdasarkan wawancara antara dirinya dengan majalah Time pada September 2002, beberapa bulan setelah ia ditangkap di Bogor.
Namun menurut Manullang (mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Nasional), sebagaimana dikutip Tempo News Room (19 Sep 2002), Al-Farouq adalah agen binaan badan intelejen Amerika Serikat (CIA), yang ditugaskan menyusup dan merekrut agen lokal melalui kelompok-kelompok Islam radikal. Kabar terakhir mewartakan bahwa Al-Farouq tewas ditembak tentara Inggris di Irak pada 25 September 2006.
Bahkan Doktor Azahari yang selama ini dikesankan sebagai ahli peracik bom yang terlibat di bebagai kasus peledakan di tanah air, menurut Umar Abduh sebagaimana diwawancarai Forum Keadilan Desember 2005, adalah anggota intelijen Kepolisian Diraja Malaysia, yang berhasil menyusup ke dalam struktur JI faksi Hambali-Zulkarnaen. Di struktur tersebut, keberadaan Azahari tidak sendiri ia ditemani Noordin M. Top.
Apakah penyusupan seperti itu akan selalu ada? Tentu saja. Kini kita dihadapkan dengan kenyataan adanya sekelompok orang yang secara vulgar menyuarakan revolusi dan sebagainya. Di dalam kelompok pembela agama ini ada sosok yang mak bleng, tiba-tiba saja menjadi tokoh penting. Padahal, kita tidak tahu dia dulu ngaji di mana, ngajinya sama siapa, apakah qiroatnya sudah benar, apakah ibadah mahdhohnya sudah benar, dan sebagainya.
Namanya mencuat ketika di tahun 2008 dia ikut dalam barisan umat Islam yang menggelar show of force melawan pendukung pornografi dan kebebasan berpekspresi ala paham liberal yang dinyatakan sesat oleh para ulama. Sosok yang belum jelas ke-ISLAM-annya ini, tiba-tiba, mak bedundu’, sudah jadi pejuang Islam.
Kemungkinan ia punya banyak kesamaan dengan sang masinis satu kelompok, yang belakangan terendus cenderung menjadi pembela syi’ah. Apakah perjuangan sang masinis ini benar-benar agenda umat Islam yang rindu tegaknya syari’ah Islam? Belum tentu juga.
Yang jelas, penegakan syari’at Islam tidak bisa ditawarkan dengan aksi jalanan yang rame ing pamrih. Dakwah bil lisan dan dakwah bil hal, seharusnya menjadi agenda utama mujahid penegak syari’ah Islam.
Oleh karena itu, umat Islam, berhati-hatilah dengan pejuang palsu. Pelajari latar belakang pendidikannya, pelajari track record-nya selama ini. Jangan hanya karena bisa mengumandangkan Allahu Akbar dengan lantang, lantas sudah diangkat jadi pejuang Islam. Waspadalah… namun perlu cermat. Jangan malah yang berjuang sungguh-sungguh tahu-tahu dicurigai. Itu kontraproduktif, kata sebagian orang. Fitnah, kata sebagian yang lain. Sebagaimana banyaknya orang yang tidak dapat dipercaya, kemudian orang yang jujur pun dicurigai. Akibatnya, orang yang sebenarnya tidak dapat dipercaya, tapi karena rapinya dan lihainya dalam bermain, maka diangkat ke posisi yang tinggi, masih pula dihormati dan dipuji. Begitu ada yang mengingatkan, justru dibencerengi. Agak repot juga memang, makanya nasihat seperti ini perlu juga. Masa’ dinasihati malah mbencereng… 
Ilustrasi: funnycomicz
(tede/nahimunkar.com)

0 Comments:

Post a Comment