07 April 2012

Ramainya Pemimpin Islam Palsu

Catatan dari seberang [nahimunkar.com]
Mungkin ini merupakan lembaran hitam bagi sejarah para pemimpin Islam di Indonesia. Ketika mereka kehilangan syaja’ah (keberanian) menegaskan dirinya sebagai seorang mukmin dan muslim secara terang (jahr) di depan umum.
Mereka ramai-ramai menyembunyikan indentitasnya sebagai mukmin dan muslim. Mereka bukan hanya malu, tetapi mereka dihinggapi rasa takut, dan tidak adanya syaja’ah. Sehingga umat menjadi ragu dan sangsi terhadap mereka. Siapa sejatinya mereka ini?

Mereka bukan hanya berpirau, ketika seharusnya menegaskan jati dirinya, tetapi mereka melepaskan semua keterkaitannya dengan Islam. Seakan mereka bukan seorang mukmin, muslim, dan pemimpin Islam. Mereka benar-benar menyembunyikan jati dirinya, identitasnya, dan segala keterkaitannya dengan Islam.
Para pemimin dan tokoh Islam itu, lebih senang dan bangga, bila dirinya dikenal atau difahami oleh khalayak sebagai tokoh atau pemimpin yang sama sekali tidak memiliki keterkaitan dengan Islam. Mereka lebih senang bila disebut sebagai tokoh yang tasamuh (toleran) atau sebagai pemimpin nasionalis, pluralis, demokratis, dan liberalis.
Para pemimpin dan tokoh Islam itu, mereka sangat takut bila dirinya dicap atau diberi lebel sebagai “ushulliyyun”(fundamentalis). Karena  dengan lebelling seperti itu, mengakibatkan tidak dapat diterimanya  mereka oleh berbagai kalangan. Bahkan, ada seorang pemimpin dan tokoh yang  menyatakan “baju Islam” sebagai “baju yang sempit”, karena itu ditinggalkannya segala yang memiliki konotasi dengan Islam.
Para pemimpin dan tokoh Islam itu, sering membuat pernyataan yang menolak dan menentang nilai-nilai Islam, sebagai sistem kehidupan yang bersifat asas dengan terang-terangan. Mereka memilih sistem dan hukum kufur buatan manusia. Sepertinya mereka tidak pernah mengenal Islam. Mereka dengan terbuka menafikan prinsip-prinsip (mabda’) Islami. Memuji dan mengagungkan hukum dan prinsip-prinsip buatan manusia yang bersifat kufur dan bathil.
Para pemimpin dan tokoh Islam itu, mereka tak berani lagi melakukan nahi munkar. Membiarkan kemunkaran berjalan di mana-mana. Karena mereka menolak syariah Islam, dan hanya mengacu hukum dan  aturan buatan manusia, yang terang-terangan memberontak terhadap hukum yang diciptakan Allah Azza Wa Jalla.
Hilangnya panutan dan tauladan dari para pemimpin dan tokoh Islam, yang benar-benar komit dan berpegang teguh pada asas dan prinsip-prinsip (mabda’) Islam, mengakibatkan semakin jauhnya umat dari Islam. Umat Islam seperti anak ayam yang kehilangan induk semangnya.
Pemimpin dan tokoh Islam yang mula-mula dianggap lurus, dan memiliki syaja’ah dalam membela dan menegakkan Islam dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar, tiba-tiba berubah sikap dan menjadi “anshorut thogut”, bukan menjadi pembela diennullah (agama Allah), tetapi menjadi pembela kemunkaran dan kebathilan, serta menjauhi hukum-hukum dan aturan Allah Rabbul ‘Alamin.
Padahal, Islam adalah dien yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada para utusan-Nya yang tidak ada campur tangan sedikitpun dari manusia. Ia tegak di atas ajaran tauhid murni, maka Islam merupakan dien yang lurus dan bersih dari kebathilan dan kekurangan.
Para Rasul diutus kepada umat manusia oleh Allah Ta’ala, hanya mempunyai dua misi yang agung, yaitu mengajak seluruh manusia beribadah semata kepada Allah Rabbul ‘Alamin, dan menjauhi thogut. Konsekwensi beribadah kepada Allah Ta’ala semata, maka secara aksiomatik akan menjauhi thogut.
Hari ini kita menyaksikan banyaknya pemimpin dan tokoh Islam palsu. Mereka mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin dan tokoh umat, tetapi di sisi lainnya, mereka justru memberikan wala’nya (loyalitas) kepada musuh-musuh Allah, kepada thogut, dan menolak segala Keagungan dan Kemahakuasaan Allah, serta hukum-hukum-Nya.
Mereka berlindung, meminta pertolongan, dan meminta rezeki kepada thogut. Karena itu, mereka tak memiliki kemuliaan sedikitpun di hadapan manusia, dan di hadapan Allah Rabbul ‘Alamin. Mereka tidak memiliki izzah, dan menjadi sangat hina di hadapan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam dicabut rasa takutnya, dan rasa takut itu ditimpakan kepada para pemimpin dan tokoh Islam.
Bukti sejarah sampai hari ini, menunjukkan bahwa sejak manusia hidup di bawah sistem buatan manusia, seperti kapitalis, sosialis, komunis, liberalis, dan lainnya, mereka tak henti-hentinya ditimpa kemalangan, kesengsaraan, kenestapaan, serta penderitaan. Mereka menyangka sistem dan nilai buatan manusia itu dapat membahagiakan mereka, tetapi justru menghancurkan kehidupan mereka.
Para pemimpin dan tokoh Islam, seharusnya memahami kondisi sekarang ini secara global. Di mana seluruh ideologi dan sistem yang ada telah gagal, dan tidak lagi berpikir tentang ideologi ciptaan manusia, yang nyata-nyata bathil, syirik, dan meninggalkannya. Serta tidak perlu lagi takut menyatakan komitmennya dan ketundukkan terhadap nilai-nilai dan prinsip (mabda’) Islam.
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ  [محمد/7]
“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang menolong agama Allah, pasti Allah akan menolongnya, dan akan mengokohkan kedudukannya di muka bumi”.
Jadi, kewajiban setiap pemimpin, tokoh, dan orang-orang mukmin, hanyalah membela agama Allah, dan pasti Allah akan membela mereka. Bukan justru takut dan malu, atau sudah tidak ada lagi jiwa syaja’ah, ketika Allah Azza Wa Jalla memberikan kenikmatan berupa kekuasaan, kemudian menjauh dari dienullah.
Kewajiban orang-orang mukmin dan muslim, ketika menjumpai para pemimin dan tokoh Islam palsu, maka jauhi dan tinggalkanlah, jangan lagi hiraukan ucapan dan seruannya. Karena hanya akan membawa kemudharatan belaka. Wallahu a’lam./ opini redaksi voasilam.com, Rabu, 04 Apr 2012
(nahimunkar.com)

0 Comments:

Post a Comment