01 Mac 2014

eramuslim.com 

Do’a adalah ibadah yang mampu menghantarkan kita kepada kedekatan dengan Allah SWT. Ketika do’a diijabah, semestinya membuat kita sedar itu merupakan karunia Allah. Jika belum diijabah, maka do’a menjadi perisai dari berputus asa. Maka yang terpenting dari sebuah doa bukan doa itu sendiri, tapi suasana hati kita yang benar-benar memurnikan tauhid, dan kita menyadari betapa lemahnya kita, tanpa pertolongan-Nya mustahil kita mampu menjalani hidup ini. Seorang yang berdoa dengan baik adalah ia yang berhasil menemukan posisi yang paling tepat bagi seorang hamba, sebagaimana hal-hal berikut:

 1.  Merasa lemah tiada daya dan upaya, hanya Allah tempat satu-satunya memohon Yang Maha Perkasa, yang akan mengijabah hajatnya, tiada yang lain.
2.   Merasa diri miskin tidak mempunyai apa pun, termasuk tidak memiliki diri ini. Sedangkan Allah SWT pemilik semua kekayaan.
3.   Merasa sangat membutuhkan Allah, tidak ada lagi yang boleh menolong selain Allah. Tidak pernah hati ini bercabang mengharap-harap kepada selain Allah SWT. Saat berdoa hati kita merasa tidak tahu, bodoh, tidak mengerti dan hanya Allah satu-satunya yang Maha Tahu jalan keluar, ilmu, rezeki, dan pertolongan orang lain tidak ada yang boleh menjadi jalan, tanpa izin-Nya. Selanjutnya, mestinya hal itu bukan hanya pada waktu berdoa saja, melainkan menjadi bagian dari sikap hidup kesehariannya....


Ada orang yang merasa berkedudukan di sisi Allah. Seakan-akan ia sudah shaleh, suci dan mulia, gara-gara dia memakai penampilan agamis. Maka akan menjadi hijab/penghalang bagi dirinya kepada Allah. Semestinya diri ini merasa kotor dan hina


“maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. QS An-Najm:32

Masalah doa bukan hanya masalah redaksi doanya. Karena ada yang membaca sekali diijabah dan yang membaca ribuan kali tidak saja diijabah. Mengapa hal demikian terjadi, tentu di antaranya hatinya masih belum bulat, ia masih bersandar pada selain Allah SWT.

Memang doa itu mampu mengubah dari takdir satu ke takdir yang lain. Allah-lah yang memiliki takdir. Namun ada catatan pula di Lauhul Mahfudz, bahwa bila dia berdoa dengan sepenuh keyakinan, maka akan ada catatan takdirnya, demikian pun bila lalai dalam do’anya, akan ada catatan takdir lainnya. Tidak ada yang luput dan baru, karena ada di Lauhul Mahfudz jauh sejak kita dilahirkan ke dunia. Tetap ada rangkaian takdirnya dengan detail di lauhul mahfudz. Namun tugas kita adalah berusaha.

Dengan demikian, yang terpenting bagi kita bukan terkabulnya doa, tapi dengan doa itu kita benar-benar menjadi hamba Allah. Perintah Allah adalah untuk menjadi mengabdi, bersih tauhid. berjiwa bulat hanya kepada Allah. Perkara dikasih, itu bonus, agar makin tambah keimanan kita. Perkara ijabah Allah Maha Kuasa. “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada diri-Ku.” (Hadis Qudsi). Maka berbaik sangka kepada Allah dengan kepatuhan, itu syaratnya.

Jangan ragukan dengan ijabahnya dari Allah atas doa-doa kita. Hal itu sudah janji Allah. Pasti diijabah, walau waktu, cara, bentuknya bisa tidak sesuai dengan yang dimohonkan.

Doa tidak ada yang disia-siakan Dari sebuah hadis disebutkan Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya doa dan musibah itu berada diantara langit dan bumi saling bertempur dan doa itu dapat mengalahkan musibah sebelum musibah itu turun.” (diriwayatkan Imam Atthabrani dalam kitab al-Ausath (2498).

Mana yang dapat mengalahkan, apa doa yang menang sehingga boleh menghindarkan musibah. Dengan memeriksa dosa-dosa diri dan menguatkan ibadah, maka itu menjadikan energi doa semakin besar. Yang paling penting juga dari unsur ibadah doa ini adalah melahirkan ketulusan dan silaturahmi.

Bagaimana keikhlasan itu? Allah Yang Maha Menyaksikan mengetahui persis keadaan setiap hambanya, dari mulai latar belakang keluarga, ilmu, lingkungan, lahirnya, karena Allah Yang menentukan. Allah Mengetahui persis.

Sementara, di antara manusia, ada yang diketahuinya hanya persoalan-persoalan duniawi belaka. Tatkala membutuhkan keperluan duniawinya, tetap ia memintanya hanya kepada Allah walaupun hanya untuk urusan dunia. Ia pun berhasil menaikan keimanannya dengan berlanjut kepada keyakinan bahwa ia tidak ragu terhadap jaminan Allah. Ia sudah naik lagi setahap menjadi orientasinya mengejar pahala Allah. Karena itu, ia menyukai segala hal yang terkait dengan pahala. Selanjutnya, ia pun semakin menyadari bahwa ia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah dengan mencari ridho-Nya.

Inti dari doa adalah benar-benar mampu menjadikan diri kita jadi hamba sejati, agar ngepas, kita sebagai hamba, Allah sebagai Tuhan. Doa itu ruhul ibadah. Bila seseorang rajin berdoa hatinya menjadi kecut, terasa hamba yang tidak punya apa-apa, bodoh; memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa, satu-satunya yang boleh menolong, dan makin bulat makin lumpuh kepada Allah SWT, itulah saat-saat terbaik berdoa kepada Allah. Sebaliknya, jika hati tidak merasa makin mengecut, la haula quwwata illa billah, maka tidak akan diperoleh tujuan dari ibadah doa itu sendiri.

0 Comments:

Post a Comment