14 Disember 2013

Dhaka. Pemimpin sementara Jamaah Islamiyah di Bangladesh (JIB), Maqbul Ahmad, menceritakan bagaimana kondisi politik di Bangladesh pada akhir-akhir ini yang berujung pada dieksekusinya banyak pemimpin gerakan Islam di sana.
Maqbul menyatakan bahwa gerakan Islam terbesar di Bangladesh adalah JIB. Gerakan ini didirikan oleh Syeikh Abul A’la Maududi pada tahun 1941 di Lahore, Pakistan. Maududi adalah ulama yang telah berhasil membina para pemuda muslim di Bangladesh dengan nilai-nilai Islam yang mulia melalui sarana JIB.
Pemimpin JIB pertama pasca pisahnya Bangladesh dari Pakistan adalah Syeikh Ghulam A’dham, dilanjutkan oleh Syeikh Muthi’urrahman Nizhami hingga sekarang. Para pimpinan JIB adalah tokoh yang menentang ....
perang pemisahan diri Bangladesh dari Pakistan tahun 1971. Tujuan mereka menentang adalah untuk menjaga keutuhan Pakistan sebagai negara Islam, mendukung kuatnya dunia Islam, dan memperluas semaksimal mungkin wilayah Islam dalam menghadapi permusuhan yang selalu dilakukan umat Hindu di India.
Pihak yang paling memusuhi JIB adalah India, karena sangat khawatir dengan semakin menguatnya dan meluasnya Islam. India melancarkan permusuhannya melalui tangan pemerintah Bangladesh di antaranya dengan mendorong untuk menerapkan sistem negara sekular, dan mempersempit gerak para aktivis Islam.
Di antara serangan pemerintah sekular Bangladesh, di bawah pimpinan perdana menteri Syaikha Hasina, adalah menuduh para aktivis JIB terlibat dalam kejahatan perang pada tahun 1971 saat Bangladesh berusaha memisahkan diri dari Pakistan. Di antara kejahatan tersebut adalah membunuh dan merampok yang sangat jauh dari karakteristik anggota JIB sendiri.
Para menteri sekular, yang jumlahnya lebih dari separuh kabinet, menekan perdana menteri untuk melarang JIB dan mempersempit ruang gerak para pemimpinnya. Karena kuatnya sekularisme di Bangladesh, mereka telah menghapus butir konstitusi negara tentang iman kepada Allah swt. dan melakukan hubungan dengan negara Islam.
Pemerintah membentuk pengadilan khusus, yang berwenang mengadili para pemimpin JIB yang berjumlah sembilan orang. Disusun undang-undang khusus juga dengan nama Undang-undang Pengadilan Internasional Khusus untuk kes-kes perang tahun 1971. Ancaman hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman gantung hingga mati. Beberapa kali terungkap bagaimana para tokoh sekular dan menteri mengancam untuk menggantung semua pimpinan JIB.
Banyak lapisan rakyat Bangladesh yang menolak pengadilan tersebut. Mereka menuntut dibebaskannya para pimpinan JIB. Maka sering terjadi aksi protes yang bahkan merenggut korban jiwa karena pemerintah menghadapi mereka dengan kekerasan. Hingga saat ini ada sekitar 50 ribu anggota JIB yang ditahan pemerintah, termasuk di dalamnya kaum wanita. Sebagian telah dibebaskan akhir-akhir ini, tapi yang berada di penjara masih sangat banyak.
Terakhir pemerintah membuat sebuah ketetapan bahwa siapa saja yang terlibat dalam aksi menuntut dibebaskannya para pemimpin JIB akan diperkarakan di pengadilan khusus. Bahkan mendoakan para pimpinan JIB di masjid saja sudah termasuk pelanggaran yang bisa dibawa ke pengadilan khusus. (sumber dakwatuna.com)

0 Comments:

Post a Comment