10 Ogos 2015

Bakti Para Salaf pada Orangtua

Hidayatullah.com
TERDAPAT lembaran-lembaran gemilang para salafus shalih yang menunjukkan perhatian luar biasa terhadap bakti kepada kedua orangtua, di antaranya sebagai berikut:

1. Dari Abi Murrah, hamba Ummu Hani’ puteri Abi Thalib diriwayatkan bahawa ia pernah menunggang binatang bersama Abi Hurairah menuju kampungnya di Al-‘Aqiiq. Begitu ia telah masuk ke kampungnya, ia pun berseru dengan sekuat-kuat suaranya: “Alaikas salaam wa rahmatullahi wa barakaatuh wahai ibu.” Ibunya berkata, “Wa ‘alaikas salaam wa rahmatullahi wa barakaatuh.”

Ia berkata, “Semoga Allah merahmatimu sebagaimana engkau telah mengasuhku di waktu kecil”. Maka ibunya pun berkata, “Wahai anakku, engkau juga, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan meridhaimu sebagaimana engkau telah berbakti kepadaku setelah besar.”.....
baca hingga nombor 14


2. Abdullah Ibnu Umar -radhiallahu ‘anhuma- yang pernah bertemu seorang laki-laki Badui di jalanan Mekkah. Lalu Abdullah ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan menaikkannya ke atas punggung seekor himar yang telah ditungganginya, serta memberikannya sebuah serban yang berada di atas kepalanya. Kata Ibnu Dinar, “Lalu kami berkata kepadanya: ‘Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbingmu, sesungguhnya mereka adalah orang Badui, dan mereka sudah merasa senang dengan pemberian yang sedikit.”

Maka Abdullah ibnu Umar pun berkata, “Sesungguhnya ayah orang ini menyayangi Umar ibnu al-Khatthab -radhiallahu ‘anhu-, dan sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, ‘Sesungguhnya bakti yang paling mulia adalah menyambungkan hubungan dengan orang-orang yang menyayangi ayahnya oleh si anak.”

3. Dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, beliau berkata, “Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam telah bersabda: ‘Aku telah masuk ke dalam surga. Lalu aku mendengar di dalamnya suara bacaan. Lalu aku berkata, ‘Siapa ini?’ Mereka berkata, ‘Haritsah ibnu an-Nu’man, seperti itulah orang yang berbakti, seperti itulah orang yang berbakti, dan ia adalah orang yang paling berbakti kepada ibunya.”

4. Dari Abdur Rahman al-Hanafi, beliau berkata, “Kahmas ibnu al-Hasan pernah melihat seekor kalajengking di rumahnya. Lalu ia bermaksud membunuhnya atau menangkapnya. Namun kalajengking itu lari mendahuluinya, lalu masuk ke dalam sebuah lubang. Maka ia pun memasukkan tangannya ke dalam lubang itu untuk menangkapnya. Lalu kalajengking itu menyakitinya. Lantas ada yang bertanya kepadanya, ‘Apa yang engkau maksudkan kepada ini? Ia pun berkata, ‘Aku takut ia keluar dari lubang itu lalu datang kepada ibuku dan menyengatnya.’”*
5. ABUL Hasan bin Ali ibnul Husein bin Ali bin Abi’Thalib -radhiallahu’anhu-, dan beliaulah yang diberi nama Zainul Abidin, dan beliau termasuk pemimpin kalangan tabi’in yang sangat berbakti dengan ibunya, sehingga ada yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau termasuk orang yang paling berbakti dengan ibumu, namun kami tidak pernah melihatmu makan bersama ibumu.” Maka beliau berkata, “Aku takut menjulurkan tanganku kepada apa yang telah didahului oleh pandangan mata ibuku, maka aku jadi mendurhakainya.”

6. Hisyam bin Hassaan berkata, “Hafshah binti Siriin pernah bercerita kepadaku, dengan mengatakan, “Ibu Muhammad bin Siriin adalah wanita Hijaz, dan beliau menyukai kain yang dicelup. Adalah Muhammad, apabila membelikan untuknya sehelai kain, ia akan membelikan yang paling lembut yang ia temukan. Maka apabila tiba hari raya, ia akan mencelupkan sehelai kain untuknya. Dan aku tidak pernah melihatnya meninggikan suara terhadapnya. Apabila ia mencakapinya, adalah ia seperti orang yang mendengarkan.”

Dan dari sebagian anggota keluarga Siriin, katanya, “Aku sama sekali tidak pernah melihat Muhammad bin Siriin mencakapi ibunya melainkan dia akan merendah diri.”

Dan dari Ibnu’Aun meriwayatkan, apabila Muhammad bin Siriin sedang berada di sisi ibunya, seandainya ada orang yang melihatnya, ia akan menyangka bahwa ia (Muhammad bin Siriin) sedang berpenyakit karena kerendahan suaranya di sisi ibunya.

Dari Ibnu ‘Aun, katanya. “Seorang laki-laki masuk menemui Muhammad bin Siriin ketika ia sedang berada di samping ibunya. Lalu orang itu berkata, “Apa kabar Muhammad? Apakah ia sedang mengeluhkan sesuatu?” Lalu mereka berkata, “Tidak, akan tetapi memang begitulah ia jika sedang berada di samping ibunya.”

7. Ja’far bin Sulaiman meriwayatkan dari Muhammad bin al-Mukandar, bahwa ia pernah meletakkan pipinya ke atas tanah, kemudian berkata kepada ibunya, “Berdirilah ibu, kemudian letakkanlah kakimu ke atas pipiku.”

8. Dari Ibnu ‘Aun al-Mazni diriwayatkan, bahwa ibunya pernah memanggilnya. Lalu ia menjawabnya, dan ternyata suaranya sama tinggi dengan suara ibunya. Maka ia pun memerdekakan dua orang sahaya.

9. Dikatakan kepada Umar bin Dzar, “Bagaimana bakti anakmu denganmu?” Lalu ia berkata, “Aku sama sekali tidak pernah berjalan di siang hari melainkan ia berjalan di belakangku, dan tidak pernah berjalan di malam hari melainkan ia berjalan di depanku, dan ia tidak pernah menaiki atap sementara aku ada di bawahnya.”

10. Shalih al-Abbasy pemah menghadiri majelis al-Mashur dan ia berbicara dengannya, dan ia selalu mengatakan, ayahku rahimahullah. Lalu berkatalah ar-Rabi’ kepadanya, “Jangan sering mengucapkan rahimahullah untuk ayahmu di hadapan Amirul Mukminin”. Maka ia pun berkata kepadanya, “Aku tidak menyalahkanmu; sebab engkau belum pernah merasakan kemanisan para ayah.”

Maka tersenyumlah al-Manshur sambil berkata, “Inilah balasan orang yang menentang Bani Hasyim.”*
11. BUNDAAR, seorang ahli hadits, termasuk orang yang berbakti kepada kedua orangtua. Tentang beliau ini, az-Zahabi berkata, “Ia mengumpulkan hadits di negeri Bashrah dan tidak berkelana demi berbakti kepada ibunya.”

Abdullah bin Ja’far bin Khaaqaan al-Marwazi berkata, “Aku pernah mendengar Bundaar berkata, ‘Aku ingin keluar -maksudnya pergi menuntut ilmu-, lalu ibuku mencegah. Maka aku pun mematuhinya, kemudian aku mendapat keberkahan padanya.”

12. Al-Ashmu’i berkata, “Seorang laki-laki dari kalangan Arab Badui pernah bercerita kepadaku. Ia berkata, ‘Aku pernah keluar untuk mencari orang yang paling durhaka dan orang yang paling berbakti. Maka aku pun mengitari kampung-kampung, hingga akhirnya aku sampai kepada seorang tua yang di lehernya terdapat tali yang terikat dengan sebuah timba yang ditarik oleh unta di hari yang sangat panas saat itu. Sementara di belakangnya ada seorang anak muda, di tangannya terdapat tali dari cambuk melingkar yang ia pukulkan kepadanya, padahal punggungnya telah robek disebabkan tali itu. Lalu aku berkata, “Tidakkah engkau takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pada orang tua yang lemah ini? Tidakkah cukup penderitaannya karena lilitan tali ini sehingga engkau memukulnya?”

Anak muda itu berkata, “Kendati demikian dia adalah ayahku.” Aku berkata, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membalasmu dengan satu kebaikan pun.” Ia berkata, “Diam, sebab beginilah yang telah ia perbuat dengan ayahnya, dan demikian pulalah yang telah diperbuat ayahnya terhadap kakeknya”. Maka aku pun berkata, “Inilah orang yang paling durhaka.”

Kemudian aku pun terus berkeliling, hingga aku sampai kepada seorang anak muda, di atas lehernya terdapat sebuah gerobak yang berisi seorang tua, seolah-olah seperti seekor anak burung. Setiap saat ia meletakkannya di hadapannya, lalu menyuapkannya makanan sebagaimana anak burung yang disuapkan induknya. Lalu aku berkata, “Siapa ini?” Anak muda itu berkata, “Ayahku, ia telah pikun dan sayalah yang mengasuhnya.” Maka aku pun berkata, “Inilah orang Arab yang paling berbakti.”

13. Adalah Thalaq bin Habiib termasuk ahli ibadah dan ulama, dan ia mencium kepala ibunya dan tidak pernah pernah berjalan di atas lantai rumah, sedangkan ibunya ada di bawah; karena memuliakannya.

14. ‘Aamir bin Abdullah bin az-Zubeir pernah berkata, “ketika Ayahku meninggal, maka selama setahun penuh aku tidak pernah memintakan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kecuali permohonan maaf untuknya
Dari buku Wahai Keluargaku, Jadilah Mutiara yang Indah karya Dr. Ahmad Umar Hasyim dkk

0 Comments:

Post a Comment