02 April 2015

Masing-masing kita tentu bercita-cita menjadi penghafal Alquran. Kerana begitu besarnya kemuliaan bagi penghafal Alquran baik di dunia apalagi di akhirat. Kita merasakan semangat dan merasa bahwa kita sebenarnya mampu menghafalnya dengan cara membacanya secara konsisten, mengahafal ayat demi ayat, surat pendek menuju surat panjang, juz demi juz. Namun setelah itu berbagai gangguan dan bisikan batin membuat kita malas dan semangat mengendor dengan alasan banyak surat yang mirip, kata-kata yang sulit, waktu sempit dan banyak kesibukan.
Parahnya lagi, sesudah itu banyak di antara kita mengaku lemah dan berkata “Menghafal memang sulit. Menghafal setiap hari itu mustahil.” Sementara kita tidak menyadari bahwa kesulitan mengahafal Alquran itu bukanlah kerana Alquran itu yang sulit. Padahal Allah telah menjadikan kemudahan dalam menghafal Alquran. (Al-Qamar: 17)
Berbagai sarana menghafal dan membaca Alquran sudah kita miliki secara lengkap. Akan tetapi yang menjadi problemnya adalah cara menggunakan segala sarana tersebut. Kalau demikian, apa yang menyebabkan kita menjadi lemah? Apa yang menjadi penghalang di tengah jalan? Apa yang menghalangi kita untuk menghafal? Apa yang menghalangi untuk membaca Alquran?...Baca SINI

Dari sekian banyak penghalang menghafal Alquran, yang paling menonjol adalah maksiat dan dosa. Dosa-dosa kita kepada Allah itulah yang menyebabkan kita lemah untuk menghafal. Dosa-dosa itu pulalah yang mendorong akal kita untuk mudah lupa, menerbangkan hafalan yang sudah hafal dan menyebabkan ayat terbolak-balik serta melenyapkan ayat-ayat mirip. Terkadang kita merasa puas dengan pernyataan bahwa dosa itu yang menjadi penghalang. Akan tetapi coba kita bertanya kepada diri sendiri, “Kenapa anak-anak kecil lebih mampu menghafal daripada orang dewasa? Apakah karena otaknya lebih bersih, masih terbebas dari banyak masalah dan kesedihan atau karena dosanya belum menumpuk?
Kejernihan otak kadang memang memiliki peranan. Akan tetapi peran utama justru berasal dari jiwa yang belum terkotori maksiat dan belum bertumpuk dosa. Kita tidak pernah mengaitkan antara semua perbuatan dengan hasil yang kita capai. Apakah semua perbuatan itu akan bisa menyebabkan Allah menjadi ridho atau tidak? Apakah semua perbuatan termasuk dosa dan maksiat atau tidak
Banyak waktu yang disia-siakan. Banyak harta yang terbuang. Banyak potensi tercurahkan hanya untuk mempelajari hal-hal yang sepele. Semua itu tidak sepenuhnya akan wajar asalkan sesuai porsi dan kebutuhan. Jangan sampai kita berdalih “sudah tidak ada lagi waktu untuk membaca dan menghafal Alquran. Sehingga waktu untuk Alquran tinggal sisa dan diurutan yang terakhir, mana waktu utama kita bersama Alquran.
Ketika ada yang mengingatkan tentang Kitabullah dan untuk menghafalnya, banyak berdalih,”nanti saya akan menghafal.” Kata-kata itulah yang selalu diulang-ulang selama bertahun-tahun, padahal usia kita ada batasnya.
Dalam kitab Shafwatush Shafwah II:220. Allah berfirman, “demi keagungan dan kemuliaan-Ku setiap hamba yang lebih memperturutkan kemauan-Ku daripada hawa nafsunya, pasti aku lenyapkan kemurungannya, akan Aku kumpulkan harta bendanya serta Kubebaskan dari kemiskinan hatinya, sementara kekanyaan akan Kujadikan di hadapan matanya. Kujadikan dirinya sebagai saudagar melalui setiap pedagang.
Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, setiap hamba yang lebih memperturutkan hawa nafsunya daripada kemauan-Ku, pasti akan banyak murung, akan Kucerai-beraikan harta bendanya, akan Kucabut kekayaan dari dalam hatinya, kemudian Aku tidak akan mempedulikan, di lembah mana dia akan binasa.”
Wallahu a’lam. (usb/dakwatuna)



0 Comments:

Post a Comment