20 Januari 2014

Armadi Puli

Imam Ahmad bin Hanbal hafal al-Quran di waktu kecil. Beliau juga menguasai membaca dan menulis. Beliau biasa pergi ke pusat pendidikan dan menggali ilmu di sana. Beliau mengatakan, “Aku sering datang ke madrasah-madrasah pada masa kanak sampai berusia empat belas tahun.”
Kesibukan beliau di sana memberikan pengaruh berupa kepandaian dan pengetahuan yang cukup luas, sampai salah seorang ulama mengatakan, “Aku membiayai pendidikan anak-anakku. Aku datangkan guru-guru yang berkualiti agar mereka menjadi pandai. Tetapi, aku melihat mereka telah gagal. Sedangkan anak ini, Ahmad bin Hanbal, seorang anak yatim. Perhatikan, bagaimana kepandaiannya?” dia pun kagum dengan kepandaian dan pengetahuan beliau.[1]
Kisah Imam Ahmad bin Hanbal adalah sebuah lentera yang menyuluh para orang tua bagaimana mendidik dan mengantarkan anak menjadi pandai serta memiliki pengetahuan yang luas.
Menilik kisah sang imam, kita akan banyak merenung dan tertegun betapa banyak kesalahan kita dalam mendidik anak. Selaku orang tua, terkadang kita terlalu memaksakan kehendak yang menjadi keinginan kita kepada sang anak, padahal hasil yang kita harapkan jauh dari kenyataan. Banyak fenomena yang kita saksikan, orang tua menyediakan fasiliti pendidikan yang begitu lengkap di rumah, akan tetapi keinginan orang tua yang begitu kuat tidak sejalan dengan keinginan anak. Bahkan ada fenomena yang lebih buruk dari itu semua, kita melihat bahwa yang ingin sekolah itu orang tua, sedangkan anak gagal dalam pendidikannya.
Kisah sang Imam, mengajarkan kepada para orang tua, bahwa yang terpenting bukanlah fasiliti  dan metode yang digunakan. Akan tetapi yang paling penting untuk diperhatikan para orang tua adalah, bagaimana menanamkan azimah (tekad) serta iradah kemauan anak......lagi

Dua kalimat yang hampir serupa dalam pemaknaan, adalah hal yang sering mengantarkan seseorang ke puncak kesuksesan, dan itu juga yang dapat kita lihat dari kisah sang Imam, tidak mungkin anak sekecil itu dan dalam kondisi yatim datang dengan sendirinya ke lembaga-lembaga pendidikan untuk menuntut ilmu kecuali dia memiliki tekad dan kemauan yang kuat.
Untuk itu, hal yang paling penting yang dilakukan para orang tua sebelum menyediakan fasilitas pendidikan yang mapan serta menempuh jenjang pendidikan, orang tua mestinya menanamkan tekad dan kemauan yang kuat terhadap ilmu pada anak. Karena bagaimanapun juga tekad dan kemauanlah yang akan mengantarkan anak kepada kesuksesan. Di antara usah yang bisa dilakukan orang tua untuk menanamkan tekad dan kemauan kepada anak adalah sebagai berikut:
  1. Memberitahu kepada anak betapa mulia orang yang berilmu di sisi Allah
    Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-mujadilah ayat 1, dalam artinya Allah berfirman: “…niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…”. Anak akan lebih termotivasi melakukan sesuatu ketika mengetahui keutamaannya.
  2. Membacakan Hadits-Hadits Nabi yang Menceritakan Keutamaan Penuntut Ilmu.
  3. Menceritakan Kisah Masa kecil Ulama salaf dalam Menuntut Ilmu
Seperti menceritakan kisah Imam as-Syafi’i yang tidak memiliki uang dan ingin menuntut ilmu pada masa kanak-kanak, kira-kira pada usia tiga belas tahun, biasanya sang imam kecil pergi ke kantor-kantor madrasah untuk meminta kertas bekas untuk bisa beliau manfaatkan sebagai alat tulis.[2]
Mudah-mudahan kisah Imam Ahmad bin Hanbal menjadi inspirasi sekaligus pelajaran kepada para orang tua, bahwa yang terpenting dalam mendidik anak adalah, menanamkan tekad dan kemauan.
Catatan Kaki:
[1] Rijalul Fikr Wad Da’wah, karya Abul Hasan an-Nadawi, halaman 105.
[2] Shafahat min Shabril Ulama, cetakan kedua, halaman 55.

0 Comments:

Post a Comment