25 Jun 2010

Menipu Allah dalam muamalat



Pinjaman Peribadi ( Bai al-inah)






Dari 'Abdullah bin 'Umar r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Jika kalian berdagang dengan sistem 'inah dan kalian telah disibukkan dengan mengikuti ekor sapi (membajak sawah) serta ridha dengan bercocok tanam, maka Allah timpakan kehinaan atas kalian dan tidak akan mencabut kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian'," (Hasan, HR Abu Dawud [3462], Ahmad [II/28,42 dan 84]. Ad-Dulabi dalam al-Kunaa walAsmaa' [II/65], al-Baihaqi [V/136], Ibnu Adi dalam al-Kaamil [V/1998], Abu Umayyah ath-Thurthusi dalam Musnad Ibnu 'Umar [22], ath-Thabrani [13583 dan 13585], Abu Ya'la [5659] dan Abu Nu'aim dalam Hilyah [I/313-314]).

Kandungan Bab:
  1. Jual beli 'inah adalah si (A) menjual barang kepada si (B) dengan pembayaran bertempoh. Si (A) menyerahkan barang kepada si (B). Kemudian si (A) membeli kembali barang tersebut dari si (B) dengan harga yang lebih murah secara kontan. Tujuannya adalah untuk mendapat keuntungan, yaitu uang tunai.
  2. 'Inah adalah wasilah kepada riba bahkan termasuk wasilah (sarana) yang paling dekat kepadanya. Wasilah kepada perkara haram, maka hukum-nya adalah haram.
  3. 'Inah termasuk hiyal (siasat licik) terhadap hukum syari'at. Oleh karena itu, syari'at mengharamkan siasat licik yang dapat membolehkan sesuatu yang telah diharamkan Allah atau menggugurkan perkara yang telah diwajibkan Allah.
  4. Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata dalam kitab Tahdziib as-Sunan (V/109), "Ada bentuk keempat dari jual beli 'inah, -ini adalah bentuk 'inah yang paling ringan-, yaitu seorang memiliki barang dagangan yang hanya dijualnya dengan pembayaran bertempo. Imam Ahmad telah menegaskan makruhnya cara seperti ini. Beliau berkata, "Inah adalah seseorang memiliki barang dagangan yang hanya dijualnya dengan pembayaran bertempo. Jika ia menjualnya dengan pembayaran bertempo dan pembayaran kontan, maka tidaklah mengapa." Beliau juga berkata, "Aku benci orang yang tidak menjalankan perniagaannya kecuali dengan cara 'inah. Janganlah ia jual melainkan secara kontan."
    Ibnu 'Uqail berkata, 'Imam Ahmad membencinya karena kesamaan cara seperti itu dengan praktek riba. Karena penjual yang menjual barangnya dengan pembayaran bertempo pada umumnya tujuannya adalah tambahan harga.'
    Guru kami, yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, menyebutkan alasannya bahwa jual beli seperti ini mengandung unsur paksaan. Biasanya orang yang membeli dengan pembayaran bertempo (kredit) disebabkan tidak mampu membelinya secara kontan. Jika seorang penjual tidak menjual barangnya kecuali dengan pembayaran bertempo (kredit), maka jelas menguntungkan pihak pembeli yang sangat membutuhkan barang tersebut. Namun, jika ia menjualnya dengan dua pilihan, tunai dan kredit, maka akan menguntungkan pihak penjual.
    Ada bentuk kelima dari jual beli 'inah -ini merupakan bentuk yang paling buruk dan sangat diharamkan- yaitu dua orang (A dan B) bersepakat melakukan praktek riba, keduanya mendatangi seseorang yang memiliki barang (C). Lalu orang yang butuh barang si (A) membelinya dari si (C) untuk si (B) dengan harga kontan. Lalu (B) menjualnya kepada si (A) dengan pembayaran bertempo (kredit) dengan harga yang telah disepakati oleh keduanya. Kemudian si (A) mengembalikan barang tersebut kepada si (C) dengan memberikan sesuatu (upah) kepadanya. Ini disebut tsulatsiyah, karena melibatkan tiga orang. Jika barang itu berputar antara dua orang saja disebut tsuna-iyah. Dalam praktek tsulatsiyah dua belah pihak memasukkan orang ketiga dengan anggapan orang ketiga ini dapat menghalalkan bagi keduanya riba yang telah diharamkan oleh Allah. Kedudukannya sama seperti muhallil nikah, ia disebut muhallil riba. Sementara yang pertama tadi adalah muhallil kehormatan wanita. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi atas Allah, Dia Mahatahu pandangan yang khianat dan apa yang terselip dalam hati manusia."
    Ibnu Qayyim al-Jauziyah telah mengulas panjang lebar dalam kitab Tahdziib as-Sunan (V/100-109), beliau menjelaskan dalil-dalil haramnya praktek 'inah. Silahkan membacanya karena sangat berguna. Praktek tsulutsiyah dan tsuna-iyah yang beliau isyaratkan di atas justru banyak dipraktekkan oleh bank-bank yang berlabel Islam. Hanya kepada Allah saja kita mengadu.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/248-250

0 Comments:

Post a Comment