13 Februari 2016

Bolehkah Orang Kafir Memegang Al-Quran?

Dalam kehidupan yang majemuk ini, kita tidak dilarang untuk berhubungan dengan orang-orang kafir. Bahkan dalam hubungan tersebut, Islam mengajarkan kita untuk menunjukkan akhlak terpuji di hadapan mereka, sehingga dengan seperti itu rasa simpati kepada ajaran Islam akan muncul dalam diri orang-orang kafir tersebut.

Selain itu, dalam menjaga hubungan tersebut, kita juga harus menjaga batas-batas syar’i yang telah ditetapkan dalam Islam. Dimana ada hal-hal yang boleh kita lakukan dan ada pula hal-hal yang tidak boleh kita langgar.

Batas-batas syar’i itu lah yang kemudian harus kita pahami bersama. Dalam berdakwah misalnya, sebagian orang ada yang beriinisiatif untuk menghadiahkan mushaf al-Qur’an kepada setiap orang kafir yang dia kenal, harapannya mereka boleh bebas membuka dan mempelajarinya. Sebuah niat yang cukup baik memang, namun sebelum melakukan hal tersebut, ada pertanyaan yang mestinya harus kita jawab terlebih dahulu, iaitu bolehkan orang-orang kafir menyentuh mushaf Al-Qur’an?

Menjawab pertanyaan ini, para fuqaha berbeda pendapat menjadi dua:

Pertama, orang kafir diharamkan menyentuh mushaf. Ini adalah pendapat Abu Yusuf—seorang faqih mazhab Hanafi, fuqaha mazhab Maliki, fuqaha mazhab Syafi’i, dan fuqaha Hambali—yang berpendapat, tidak boleh membacakan Al-Qur’an untuk mereka. Dalil yang mereka pakai adalah firman Allah ta’ala:....lagi


إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ ، فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ ، لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh  Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.”  (QS. Al-Waqi’ah: 77-79).

Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari datuk Amru bin Hazm bahawa Nabi mengirim surat kepada penduduk Yaman. Di antara  isinya  berbunyi,  “Jangan  menyentuh  Al-Qur’an  selain orang yang dalam keadaan suci.” (Sunan Ad-Daruquthni: 1/122 dan Sunan Al-Baihaqi: 1/87, 88)

Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a bahwa Nabi SAW melarang bepergian ke negeri musuh dengan membawa Al-Qur’an. (Shahih Al-Bukhari: 4/15 dan Shahih Muslim: 3/1490-1491)

Penjelasannya,  ayat  ke-77-79  dari  surat  Al-Waqi’ah  memberi petunjuk bahawa orang-orang kafir tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an lantaran mereka tidak suci. Mereka kotor atau najis oleh karena kekafiran dan kemusyrikannya.

Hadits datuk Amru bin Hazm tegas melarang orang-orang yang tidak dalam keadaan suci menyentuh mushaf. Suci dari kekafiran dan kemusyrikan lebih penting daripada suci dari hadats.

Para ulama menganalisis, alasan dilarangnya bepergian ke negeri musuh yang diterangkan dalam hadits Abdullah bin Umar adalah supaya tidak sampai dipegang oleh musuh.

Kedua,  orang  kafir—setelah  mandi—dibolehkan  menyentuh mushaf. Ini adalah pendapat Muhammad bin Al-Hasan—dari mazhab Hanafi. Dalil yang dijadikan pijakan adalah hadits yang menerangkan bahwa Nabi saw mengirim surat kepada Heraclius, hal mana surat beliau memuat firman Allah surat Ali ‘Imran: 64. (HR Al-Bukhari).

Nabi SAW mengirim surat yang memuat ayat-ayat Al-Qur’an kepada orang-orang kafir. Beliau pasti yakin, surat itu akan mereka sentuh atau pegang. Ini membuktikan bahwa orang kafir boleh menyentuh mushaf Al-Qur’an.

Pendapat  yang  lebih  kuat  adalah  pendapat  yang  pertama.

Jika  Muslim  yang  tidak  dalam  keadaan  suci  saja  tidak  boleh menyentuh mushaf, lantas bagaimana seorang kafir dibolehkan menyentuhnya?  Mengenai  surat  Nabi SAW kepada  Heraclius yang  memuat  ayat-ayat  Al-Qur’an,  hal  itu  dapat  didudukkan sebagai berikut:

Pemuatan  satu  atau  dua  ayat  dikategorikan  sebagai  kasus khusus. Dibolehkan  memberi  kesempatan  kepada  orang-orang  musyrik  untuk  membacanya  (dan  menyentuhnya) dalam rangka menyeru mereka kepada Islam.

Keberadaan  surat  Nabi SAW  di  atas  sama  dengan  kitab-kitab tafsir atau buku-buku yang memuat beberapa ayat Al-Qur’an yang tidak diharamkan menyentuhnya. (Lihat: Nailul Authar, Asy-Syawkaniy: 1/207)

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al–Majmu, 2/85. Ia berkata, “Ulama kalangan kami mengatakan, orang kafir tidak dilarang mendengarkan Al-Qur’an, tapi dilarang memegang mushaf. Apakah dibolehkan mengajarkannya Al-Qur’an? Dilihat, kalau tidak ada harapan masuk Islam, maka tidak dibolehkan. Kalau ada harapan, maka dibolehkan (mengajarkannya) menurut pendapat terkuat dari dua pendapat yang ada.”(sumber..kiblat.net)

Disadur dari buku Hukum Fikih Seputar Al-Qur’an, Karya Dr. Ahmad Salim, Penerbit Aqwam, Solo

0 Comments:

Post a Comment